Jumat 30 Jul 2010 20:13 WIB

Juan Galvan, Dari Jalan Yesus Menjadi Juru Dakwah

Rep: Nidia Zuraya/ Red: irf
Juan Galvan
Juan Galvan

REPUBLIKA.CO.ID, TEXAS--Allah telah berjanji bahwa Dia akan memberikan hidayah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan, bila hidayah itu akan diberikan, tak ada yang sanggup mencegahnya. Hidayah bisa diberikan kepada siapa saja, baik pejabat, pengusaha, petani, nelayan, maupun lainnya.

Dalam Alquran dijelaskan bahwa sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah adalah agama Islam (QS Ali Imran [3]: 19). Islam itu agama yang agung dan tinggi. Tidak ada yang melebihi keagungan agama Islam.

Islam tidak memaksakan seseorang untuk memilihnya. Islam mengajarkan umat manusia untuk berpikir tentang kebenaran dan hakikat penciptaan alam semesta. Karena itu, Pencipta alam semesta itulah yang layak untuk disembah. "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat." (QS Al-Baqarah [2]: 256).

Atas kebenaran segala firman Allah itulah, Juan Galvan, seorang warga Texas, Amerika Serikat (AS), tertarik dengan Islam dan akhirnya memutuskan untuk menjadi pemeluknya. Juan Galvan pertama kali mengenal Islam dari seorang kenalannya bernama Armando. Armando adalah seorang Muslim Latin.

"Orang Amerika keturunan Meksiko selalu beranggapan nenek moyang mereka adalah orang Katolik Roma. Sebenarnya, nenek moyang kami di Spanyol adalah Muslim dan di Meksiko nenek moyang kami penyembah berhala. Berpegang teguh pada sebuah agama semata karena tradisi keturunan adalah tidak masuk akal. Saya menolak untuk menjadi pengikut buta. Saya menjadi Muslim karena saya yakin dengan kebenaran Islam," jelas Galvan.

Setelah memeluk Islam, Galvan merasa telah menemukan tujuan hidup yang selama ini dicarinya. "Tujuan hidup bukanlah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Penyelamat, melainkan kita harus menerima Tuhan sebagai Tuhan. Kita orang Islam mengetahui sifat dari Sang Pencipta. Dengan demikian, kita dapat memahami tujuan kita diciptakan, yaitu sebagai hamba dari Sang Pencipta," ujarnya.

Galvan lahir dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga pemeluk Katolik yang taat. Keluarga Amerika keturunan Meksiko dikenal memiliki kecintaan yang sangat mendalam pada keluarga dan agamanya. Bahkan, sang ayah kerap berkata kepada Galvan, "Ibuku seorang Katolik, dan aku akan mati sebagai seorang Katolik."

Kendati berbeda keyakinan, Galvan mengakui bahwa hubungan dengan keluarga besarnya sangat baik. Kedua orang tua, saudara laki-laki, dan lima saudara perempuannya tinggal di Pampa, Texas. Di waktu luangnya, Galvan sesekali waktu menyempatkan diri untuk mengunjungi mereka.

Kesempatan tersebut ia gunakan untuk berbincang-bincang dengan sang ayah. Bahkan di sela-sela percakapan tersebut, terkadang keduanya saling bercanda terhadap agama masing-masing. "Mengapa kamu berdoa kepada karpet itu," tanya ayahnya.

"Tapi, mengapa ayah memasang patung orang yang telah mati di dinding?" balas Galvan seraya menunjuk salib Yesus yang ada di ruang keluarga.

Kepada situs Islam for Today, Galvan membagi sepenggal kisah perjalanannya menuju tempat kelahirannya setelah memeluk Islam. Dalam perjalanan ke Pampa, pengamanan di bandara Austin sangat ketat menyusul tragedi serangan 11 September 2001. Seorang petugas keamanan memeriksa tas Galvan. Petugas tersebut melihat Alquran, buku-buku Islam, kaset-kaset Islami, dan sajadah.

"Saya berharap itu semua tidak membuatnya ketakutan. Saya berpikir untuk melakukan shalat di bandara Austin sebelum masuk ke pesawat. Tapi, saya tidak ingin membuat penumpang terkena serangan jantung," ujarnya. Setelah menceritakan hal itu, salah seorang saudaranya menyarankan agar Galvan pulang dengan membawa petunjuk instruktur penerbangan.

Hari pertama kembali ke rumah setelah menjadi seorang Muslim adalah kenangan yang tak terlupakan bagi diri Galvan. Kegemaran orang tuanya memajang patung atau gambar-gambar Yesus dan Maria pada hampir setiap dinding rumah, membuatnya kesulitan untuk bisa menunaikan shalat dengan khusyuk.

Beruntung ia menemukan sebuah ruangan di rumahnya yang tidak dipenuhi oleh patung kedua figur yang sangat dijunjung tinggi oleh umat Kristiani itu. Itulah kamar sang adik perempuannya yang bernama Cathy.

"Akhirnya, saya memutuskan untuk shalat di kamar Cathy setelah melihat salib dan gambar-gambar sejenis hampir di setiap dinding rumah. Hanya di kamar Cathy yang tidak ada salib atau gambar Yesus, namun ada poster besar bergambar Backstreet Boy's. Saya pikir itu tidak seburuk kedua berhala itu," paparnya.

Promosikan Islam Ketika mengunjungi Pampa, terang Galvan, ia banyak menghabiskan waktu untuk berdiskusi tentang Islam. Orangorang yang dijumpainya di sana seringkali bertanya, "Mengapa kamu memilih agama itu?" Mendengar pertanyaan seperti itu, ia dengan senang hati menjawab pertanyaan mereka. "Saya beranggapan mereka yang bertanya seperti itu berarti ingin didakwahi," jelasnya.

Tak mengherankan jika berbincangbincang dengan keluarga besarnya, ia sering bicara tentang Islam. Bagi Galvan, Islam adalah salah satu hal yang amat ia cintai di dunia ini. "Jika Anda mencintai sesuatu, Anda akan selalu membicarakannya setiap ada kesempatan."

Untuk memperkenalkan Islam kepada anggota keluarganya, Galvan mempunyai cara tersendiri. Antara lain, ia memberikan sebuah terjemahan Alquran dan buku kecil pengenalan tentang Islam kepada saudara laki-lakinya.

Tak hanya sebatas itu. Ia juga membookmark beberapa situs keislaman, seperti www.LatinoDakwah.org dan www.HispanicMuslims.com di komputer keluarga. Di komputer tersebut, ia juga menyalin beberapa file yang berhubungan dengan Islam ke komputer mereka. "Saya berharap hal itu tidak mengganggu mereka dan suatu saat mereka akan membacanya," ujar Galvan. Juan Galvan adalah direktur LADO (Latino American Dakwah Organization) yang bertujuan mempromosikan Islam ke benua Eropa.

Kepada keluarganya, ia pun kerap melontarkan pertanyaan-pertanyaan mendasar mengenai konsep ketuhanan dan keyakinan. Apakah tuhan itu ada tiga? Apakah Yesus itu Tuhan? Apakah dosa asal itu? Kira-kira demikian beberapa pertanyaan yang ia ajukan. Namun, Galvan mengakui bahwa ia tidak merasa puas dengan jawaban yang disampaikan anggota keluarganya. "Kita hanya bisa menemukan jawaban atas pertanyaan seperti itu dengan mempelajari dasardasar keesaan Allah, kenabian, dan hari pembalasan."

Galvan berharap, seluruh umat manusia di muka bumi menggunakan akal sehatnya dalam mencari kebenaran. Ia berharap, setiap orang benar-benar mencari jalan kebenaran itu dengan usaha dan pikiran sendiri, bukan dengan dogma-dogma. "Biarkan mereka berpikir tentang kebenaran yang sesungguhnya. Dengan begitu, mereka akan bisa memahami mana yang benar dan salah," terangnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement