REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengklaim, realisasi penyerapan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) lebih tinggi dari angka yang dirilis Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen BC) Kementerian Keuangan.
Sekretaris Jenderal Kemenperin, Agus Tjahajana, mengatakan hingga saat ini realisasi penyerapan BMDTP di bawah Direktorat Jenderal (Ditjen) Industri Alat Transportasi dan Telekomunikasi (IATT) berkisar 30-40 persen. ''Itu untuk sektor otomotif, elektronika, fiber optic, dan kapal,'' katanya ketika dihubungi Republika, Selasa (3/8).
Agus mengatakan, sebagian besar sektor yang mendapat insentif fiskal itu memang berada di bawah Ditjen IATT. Selain itu, juga ada di bawah Ditjen Industri Logam, Mesin, Tekstil, dan Aneka (ILMTA). ''Tapi yang ada di bawah Pak Ansari (Bukhari, Dirjen ILMTA) cuma sedikit, yang banyak memang yang berada di bawah IATT,'' jelasnya.
Sementara itu, Agus menyatakan minimnya penyerapan BMDTP juga lantaran terdapat fasilitasi fiskal lain yang bisa dimanfaatkan industri, terutama di sektor otomotif. Yaitu, pembebasan bea masuk lewat kerja sama Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). Sebagian besar komponen otomotif diimpor dari Jepang.
Karena terdapat pilihan semacam ini, kata Agus, industri bisa memilih fasilitasi yang ingin mereka gunakan. Kebanyakan memilih IJEPA ketimbang BMDTP karena prosedurnya relatif lebih mudah. ''Kalau BMDTP kan masuk dulu baru diklaim, jadi urusannya lebih banyak ketimbang IJEPA yang tinggal isi form lalu langsung bebas bea,'' ucapnya.