REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-–Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah mengakui perbankan hanya berebut debitur dan deposan yang itu-itu saja. Di sisi lain, laba perbankan terus membesar dengan mengandalkan pendapatan dari beragam jenis usaha, selain pengucuran kredit produktif.
Kondisi ini sebenarnya tak ideal. Menurut Halim, meski belum ada aturan yang mengikat, BI tidak menyukai bank yang memiliki terlalu banyak jenis usaha semacam itu. Diversifikasi yang terlalu banyak akan memberikan risiko yang semakin besar bagi bank bersangkutan.
‘’Betul, hanya berebut di situ saja. Ini terkait dengan arsitektur perbankan Indonesia (API) dan jenis bank yang cocok untuk Indonesia,’’ ujar Halim, Kamis (5/8), di Jakarta. Ia berbicara mengenai tren perbankan yang enggan menyalurkan kredit ke usaha baru atau merangkul deposan baru.
Ia menyarankan, lebih baik bank fokus ke satu jenis usaha sehingga risiko lebih baik. Selain itu, pengawasannya lebih mudah dan kecenderungan menjadi risiko sistemik tak meningkat.
Namun, Halim menolak jika dikatakan terjadi perlambatan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK). Menurut dia, perbankan sudah menghitung kebutuhan DPK yang dibutuhkan untuk memenuhi target pertumbuhan kredit di level tertentu.
Sebelumnya, anggota Komisi XI DPR, Arif Budimanta, berpendapat kebijakan BI yang akan mengaitkan loan to deposit ratio (LDR) dengan giro wajib minimum (GWM) akan efektif memperluas kue debitur maupun kreditur hanya jika perbankan kembali ke bisnis konvensional saja, yaitu murni mengumpulkan DPK dan menyalurkan kredit. ‘’Tidak lagi main asuransi dan sebagainya itu,’’ ujar dia.
Adalah tugas BI, tutur Arif, untuk mengatur ulang peran perbankan dalam sistem keuangan. Termasuk mengatur bisnis apa yang bisa atau yang tak bisa dilakukan perbankan.