Sabtu 07 Aug 2010 04:03 WIB

Muhammadiyah: Tindak Tegas Pelaku Kekerasan Atas Nama Agama

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah didesak tegas menindak para pelaku kekerasan dan teror yang mengatasnamakan agama. Islam bertolak belakang dengan prinsip-prinsip radikalisasme agama. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Yunahar Ilyas, menuturkan sikap tegas pemerintah sangat diharapkan demi tegaknya hukum di Bumi Nusantara. “Siapapun dan dari kelompok manapun yang berbuat kriminal sekalipun membawa nama agama harus ditindak,”ujarnya saat di hubungi Republika di Jakarta, Jumat (6/8).

Yunahar menuturkan, radikalisme harus dilihat dari dua segi pandang. Radikalisme yang berarti kekerasan dalam bentuk tindakan dan gerakan, Muhammadiyah menolak secara tegas. Sebagai contoh, meskipun agama menyerukan amar makruf nahi mungkar tetapi bukan berarti melegalkan segala cara.

Kewajiban umat Islam adalah mengingatkan dan tidak boleh memaksakan kehendak. Sedangkan eksekusi menutup tempat-tempat maksiat adalah wewenang pemerintah. Sedangkan radikalisme yang berarti memahami agama secara integral dan mendasar (ushuli) maka sepatunya diterapkan oleh umat muslim.

Yunahar mengungkapkan, terdapat tiga faktor utama yang mengakibatkan munculnya radikalisme agama yaitu putus asa, pemahaman agama yang minim, dan kurangnya wadah bersilaturahim dan berdialog. Putus asa dapat menyulut radikalisme apabila aspirasi para pelaku tak lagi terbendung. Dia mencontohkan sikap keputusasaan menimbulkan gerakan radikalisasi tatkala ada penutupan paksa tempat-tempat maksiat lantaran pihak yang berwenang dianggap mandul dan tidak tegas.

Oleh karena itu, perlu upaya melakukan penyadaran dan pembinaan serta kerjasama dan dialog dengan ormas-ormas yang ada. Selain itu, perlu dilakukan kajian terus menerus tentang ajaran-ajaran Islam yang toleran dan mengedapakan perdamaiaan. Usaha konkrit juga perlu ditempuh melalui jalur pendidikan untuk memberikan pemahaman yang utuh terhadap Islam.

Hal senada diungkapkan Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Syuhada Bahri. Islam tidak mengajarkan kekerasan dan teror. Aksi-aksi teror yang dilakukan oleh oknum umat Islam kemungkinan dilandasi oleh faktor lain dan bukan murni ajaran agama.

Dia mensinyalir, tindakan terorisme dan radikalisme salah satunya diakibatkan oleh rasa ketidakadilan dari rezim penguasa. Meski demikian, dia menegaskan, terorisme dan radikalisme tidak hanya dilakukan oleh oknum umat Islam akan tetapi juga dilakukan oleh oknum agama lain. Bahkan, terorisme sebenarnya, tegas dia, adalah Zionis Yahudi.

Dalam rangka membendung radikalisasi agama, lanjut dia, DDII mempersiapkan program-program kaderisasi untuk menghadapi paham-paham yang berseberangan dengan nilai luhur Islam. Selain itu, DDII berupaya memberikan pemahaman kepada umat tentang bahaya radikalisme dan pentingnya melakukan dakwah moderat dan toleran.”Islam adalah agama samhahyang cinta perdamaiaan dan menghormati sesama,” jelasnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement