REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Indonesia Corruption Watch (ICW) mengusulkan revisi atas Undang-Undang Pemerintah Daerah. "Sharusnya kepala daerah yang menjadi tersangka juga dinonaktifkan pula, tak hanya yang menjadi terdakwa," kata peneliti ICW, Emerson F Juntho, di Jakarta, Senin (9/9).
Saat ini sejumlah kepala daerah sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Agung. Namun, mereka masih memimpin daerah serta mengikuti pemilihan umum kepala daerah. Kepala daerah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, antara lain Awang Farouk Ishak (gubernur Kalimantan Timur) dan Agusrin M Najamuddin (gubernur Bengkulu) yang terpilih kembali untuk lima tahun berikutnya dari Partai Demokrat.
Awang Farouk ditetapkan sebagai tersangka kasus divestasi saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan Agusrin M Najamuddin menjadi tersangka kasus dugaan korupsi dana bagi hasil pajak bumi dan bangunan (PBB) senilai Rp23 miliar. Emerson menambahkan regulasi pengaturan kepala daerah itu, harus benar-benar diatur agar tidak menganggu kinerjanya saat terkena kasus pidana.
Selain itu, ia juga meminta kepada Kejakgung untuk segera mempercepat penanganan kasus pidana yang menimpa kepala daerah. "Jangan sampai Kejakgung beralasan penanganan kasus pidana kepala daerah dikhawatirkan akan mengganggu kinerja pemerintahan daerah setempat," katanya.
Ia khawatir kepala daerah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan tidak segera ditahan bisa membuka peluang mereka melakukan lobi-lobi. "Karena itu, penanganan kepala daerah yang terlibat tindak pidana, harus dipercepat," tuturnya.