REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komjen Ito Sumardi menegaskan penangkapan KH Abu Bakar Ba`asyir bukan semata mengetahui gerakan di Aceh. Baasyir ditengarai juga mengetahui gerakan-gerakan lain yang dinilai membahayakan keamanan bangsa dan negara.
"Penangkapan yang bersangkutan bukan semata soal gerakan di Aceh tapi semua gerakan yang memang sudah lama dan Polri tentu tidak sembarangan saja mengambil orang dan mengamankan orang," kata Komjen Ito kepada pers di Istana Wapres di Jakarta, Senin (9/8).
Hal tersebut dikemukakan usai dirinya menghadiri rapat khusus membahas tabung gas elpiji yang dipimpin Wapres Boediono dan dihadiri antara lain oleh Menko Kesra Agung Laksono, Mendagri Gamawan Fauzi, Mendag Mari Elka Pangestu, Menperind MS Hidayat, serta Menteri ESDM Darwin Saleh.
Menurut Ito, Polri dalam menangkap Ba`asyir sebelumnya telah melakukan upaya penelusuran, pengumpulan data, dan fakta yang lama. Sekarang, katanya, eskalasi gangguan nasional makin tinggi, sehingga sebagai alat negara penegak hukum, merupakan kewajiban Polri untuk melindungi masyarakat dan negara.
"Apabila terjadi ledakan bom yang terpuruk khan juga negara kita. Tentunya itu tidak kita kehendaki bersama," katanya.
Saat ini, kata Ito, Ba`asyir masih dalam proses penyelidikan dan biarkan proses penyidikan berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ito menegaskan, apa yang dilakukan Polri menangkap Ba`asyir tidak memiliki tendensi apa-apa, apakah itu tendensi politik atau tendensi yang lain.
"Penangkapan itu adalah murni profesional masalah hukum dan dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat, negara dan bangsa kita," kata Komjen Ito.
KH Abu Bakar Ba`asyir ditangkap polisi seusai mengisi pengajian di Kabupaten Banjar, Jawa Barat, Senin pagi dengan dugaan terlibat dalam rencana aksi terorisme. Mantan Amir Majelis Mujahidin Indononesia ini sebelumnya juga pernah ditangkap polisi pada 2002 dengan tuduhan terlibat pada aksi terorisme yakni kasus peledakan bom di Bali.