REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Marzuki Alie, meminta pernyataan Presiden SBY kalau ia kembali diancam teroris tidak dilihat sebagai keluhan. Menurut Marzuki, sebagai presiden, SBY harus mengabarkan bahaya yang mungkin mengancam. ‘’Kalau ada ancaman, semua harus tahu. Jangan lalu lihat SBY ngomong sebagai keluhan,’’ kata Marzuki, Selasa (10/8).
Ia pun berharap agar kata-kata SBY tidak diterjemahkan secara salah. Terlebih bila kata-katanya itu tidak menyakiti siapa pun. Marzuki lalu mengajak publik memandang pernyataan tersebut tidak dari kacamata pribadi saja. ‘’Lihat orang tidak harus sama dengan kita,’’ ujar dia.
Setiap orang diyakininya memiliki karakter yang berbeda-beda. Ada pemimpin yang begitu diancam justru balik membunuh yang mengancamnya. Ada pula pemimpin yang diam-diam tersenyum di mata publik, tapi dibalik itu memerintah pembunuhan kepada yang mengancamnya. ‘’Apa mau kembali ke zaman begitu,’’ tanya Marzuki.
Ketika ditanya soal politisasi penangkapan Abu Bakar Ba’asyir, dua hari setelah SBY menyatakan diancam teroris untuk ketiga kalinya, Marzuki meminta aparat hukum mempercepat proses penyidikan hingga bisa segera dibawa ke pengadilan. Proses yang terlalu lama hanya akan menimbulkan prasangka publik atas kemungkinan dipolitisasinya kasus ini. Biarkan, katanya, publik yang menilai sendiri kasus Ba’asyir lewat proses peradilan yang terbuka itu.
Bagi politisi senior PDIP, Pramono Anung, keluhan SBY sudah terlalu sering terlontar. ‘’Sudah jadi tugas presiden mengeluh dan diancam,’’ candanya.
Maka, ketika keluhan rakyat terabaikan dan PDIP, sebagai partai oposisi, menyampaikan kritik lalu dianggap hanya bisa mengritik, Pramono mengatakan itulah tugas partai politik yakni memberi masukan ke pemerintah. Kritik padahal sesuatu yang wajar. Pemerintah tidak perlu mempermasalahkannya. Apalagi kritik merupakan bagian dari demokrasi.