REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Persebaya Surabaya sudah siap dengan segala kemungkinan yang terjadi, termasuk dicoret dari kompetisi PSSI, terkait aksi menuntut keadilan atas kekalahan walk over (wo) 0-3 dari Persik Kediri. Liga Indonesia memutuskan hukuman WO karena Persebaya tidak menghadiri laga tunda Liga Super Indonesia (LSI) musim 2009/2010 melawan Persik--yang sebelumnya sudah dua kali ditunda--di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring, Palembang, Ahad (8/8).
Akibatnya Persebaya harus terdegradasi dari LSI ke Divisi Utama musim depan. "Kami tanpa beban. Jangankan hanya bermain di Divisi Utama, dicoret pun siap. Kalau perlu kami buat liga internal sendiri yang aturannya lebih tegas dan jelas. Kami punya lapangan bagus dan tim yang siap berpartisipasi," kata Manajer Persebaya, I Gede Widiade, usai mendaftarkan laporan ke Komisi Disiplin (Komdis) PSSI di Senayan, Selasa (10/8).
Persebaya melaporkan Liga yang dianggap bertindak di luar wewenang dengan memutuskan kemenangan WO untuk Persik. Sebab, kata Gede, seharusnya keputusan ini diambil oleh Komdis sebagai lembaga hukum di PSSI, bukan Liga.
Namun, masih kata Gede, opsi keluar dari keanggotaan PSSI tidak terbersit di benak para pengurus Persebaya, meski terbuka peluang untuk itu. Para pengurus hanya berupaya mendapatkan keadilan sesuai dengan hukum yang berlaku. Jika Komdis tidak mampu memberikan solusi yang baik, Persebaya akan menggunakan jalur hukum lain.
"Tidak ada larangan bagi warga negara Indonesia untuk menuntut keadilan," kata Gede yang lulusan sarjana hukum ini.
Menurut Gede, posisi Komdis dilematis dalam kasus ini. Jika Komdis mengesahkan keputusan Liga, itu artinya Komdis mengingkari keputusan sebelumnya yang telah dijatuhkan kepada Persija. Persija gagal menyelenggarakan pertandingan melawan Persiwa 13 Maret dan mendapat hukuman kekalahan WO. Hal serupa dijatuhkan Komdis kepada Persik saat tidak mampu menggelar laga menghadapi Persebaya 29 April silam. Namun keputusan Komdis ini dianulir Komisi Banding (Komding) PSSI yang menganggap pembatalan tersebut di luar kemampuan pihak panitia pelaksana pertandingan Persik.
Keputusan Komding ini dinilai Persebaya cacat hukum karena dalam diktum keempat keputusan Komdis secara jelas menyatakan bahwa Persik tidak bisa melakukan banding. Pengajuan banding Persik juga telah kadaluarsa karena melewati batas maksimal tiga hari.
Namun saat Persebaya tidak hadir di Palembang, Komdis langsung memutuskan Persebaya kalah WO tanpa melalui Komdis. "Saya menduga ada intervensi," ucap Gede.
Gede menegaskan dirinya tidak ditunggangi pihak manapun dan tidak memiliki konflik personal dengan pengurus PSSI. Ia mengaku motifnya murni hanya untuk menegakkan kebenaran dan memperbaiki kebobrokan di tubuh PSSI.
"Selama saya masih dipercaya Ketua Umum Persebaya menjadi manajer, saya akan terus menuntut keadilan. Mereka (para pengurus yang diduga melakukan intervensi) harus menghadapi bola api yang mereka keluarkan sendiri," ucap Gede.
Bagi Gede, banyak pengurus PSSI yang memiliki kemampuan dalam mengurus sepak bola. Sayangnya, kata Gede, banyak faktor yang membuat mereka akhirnya membuat berbagai keputusan aneh.
Kasus ini menjadi menarik karena Komdis PSSI saat ini dipimpin oleh Hinca Panjaitan. Hinca sebelumnya pernah menjabat sebagai kuasa hukum Persebaya sebelum masuk ke dalam kepengurusan PSSI. Dalam beberapa kasus yang melibatkan Persebaya sebelumnya, Komdis menjatuhkan hukuman dengan tegas.
Sayangnya, Hinca yang sudah jarang terlihat di sekretariat PSSI tidak bisa dihubungi lewat telepon selulernya.