Kamis 12 Aug 2010 02:26 WIB

Kejakgung: CDR Bisa Jadi Alat Bukti

Rep: Fitriyan Zamzani/ Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pihak Kejaksaan Agung (Kejakgung) mengatakan bahwa penggunaan Call Data Record (CDR) sebagai alat bukti di pengadilan dimungkinkan selama ada relevansi dengan pembuktian perkara. Ini dikatakan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejakgung, Babul Khoir, terkait pernyataan Mabes Polri tentang adanya CDR antara Ari Muladi dengan anggota KPK, Ade Raharja.

"Jadi bukan masalah CDR-nya atau tidak. Selama ada hubungannya dengan perkara bisa dipakai sebagai barang bukti," ujar Babul Khoir saat ditemui di kantornya di Kejaksaan Agung, Rabu (11/8).

Dijelaskan Babul Khoir, mekanismenya, dalam persidangan jaksa akan mengajukan penggunaan CDR sebagai alat bukti. Jika hakim mengizinkan, baru CDR bisa digunakan sebagai barang bukti, dan dicatat sebagai fakta persidangan. "CDR baru bisa dipakai sebagai alat bukti kalau hakim memutuskan demikian," lanjut Babul.

Kejaksaan sebelumnya pernah menggunakan CDR sebagai alat bukti dalam persidangan Muchdi PR, mantan Kepala BIN, terdakwa pembunuh aktifis HAM Munir, 2008 lalu. Rekaman data telepon saat itu digunakan untuk membuktikan bahwa Muchdi kenal dan kerap bertelepon dengan terpidana eksekutor Munir, Polycarpus.

Dalam perkara dugaan pemerasan dan penyalah gunaan wewenang oleh pimpinan KPK Bibit-Chandra yang kini sudah dihentikan, pihak Kejakgung tak menggunakan CDR sebagai barang bukti. Menurut Babul, rekaman yang digembar-gemborkan pihak Mabes Polri tentang hubungan Ari Muladi dan Ade Rahardja hanya dituangkan dalam berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari pihak kepolisian.

"Waktu Jaksa Agung bilang ada bukti rekaman tanggal 9 November (2009) itu ya yang ada di dalam berkas polisi. Jaksa Agung diberitahu oleh Jampidsus (Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus) bahwa di BAP ada disebutkan rekaman telepon sebanyak 64 kali antara Ari Muladi dan Ade Raharja," kata Babul.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement