REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Kendati ada peringatan dari perwira penting Irak, Amerika Serikat, Rabu (11/8) menyatakan pengurangan pasukannya tetap dilakukan dan menyarankan hanya ada "puluhan" tentara yan ditempatkan di kedutaan besar AS di Baghdad setelah tahun 2011. Kini ada 64.000 tentara AS di Irak, tetapi jumlah itu akan menurun menjadi 50.000 personil akhir bulan apabila AS mengumumkan penghentian operasi-operasi tempur dan mengalihkan kegiatan pada misi pelatihan dan nasehat.
"Kami memutuskan bahwa akhir bulan ini akan menghentikan misi tempur kami," kata juru bicara Gedung Putih, Robert Gibbs, pada satu keterangan pers. Sementara Presiden AS Barack Obama sibuk berunding dengan tim keamanan nasional sipil dan militernya mengenai Irak.
Beberapa jam sebelumnya, perwira penting militer Irak mengemukakan kepada AFP di sela-sela konferensi kementerian pertahanan di Baghdad bahwa pasukan AS mungkin masih dibutuhkan di negara yang dilanda konflik itu untuk sepuluh tahun lagi. "Tidak lama setelah ini, penarikan dapat dilakukan dengan lancar," kata Letjen Babaker Zerbari dikutip AFP.
"Tetapi masalah akan nulai timbul setelah tahun 2011-- para politikus harus mencarikan cara-cara lain untuk mengisi kekosongan setelah tahun 2011. Jika saya ditanya tentang penarikan pasukan itu, saya akan mengatakan kepada para politisi:"Tentara Amerika Serikat harus berada di Irak sampai tentara Irak siap sepenuhnya pada tahun 2020."
Pernyataan jendral itu muncul setelah delapan tentaranya tewas dalam satu serangan yang berani. Serangan sekaligus menandakan Irak masih menghadapi masalah keamanan ketika tengah berjuang untuk membentuk satu pemerintah baru lima bulan setelah pemilu. Aksi kekerasan akhir pekan lalu menewaskan paling tidak 60 orang di seluruh Irak, termasuk 43 orang akibat tiga ledakan bom Sabtu malam di kota Basra, Irak selatan.
Seorang penasehat Gedung Putih semakin membuat situasi memanas karena menyarankan kehadiran militer AS di Irak setelah penarikan pasukan tahun 2011 dapat dibatasi "puluhan" atau "ratusan" tentara yang berada di bawah kekuasaan kedutaan besar.
"Kami akan bekerja di Irak seperti apa yang kami lakukan di banyak negara di seluruh dunia dengan demikian kami memiliki hubungan keamanan yang mengurus penjualan perlengkapan keamanan atau melatih pasukan mereka, yang akan membangun jaringan hubungan," kata Anthony Blinken, penasehat keamanan nasional untuk Wakil Presiden Joe Biden.
"Ini adalah sesuatu hal yang biasa pada banyak kedutaan besar di seluruh dunia, yang berada dibawah wewenang ketua misi, duta besar, dan melibatkan sejumlah kecil personil militer," katanya. Pernyataan Blinken dianggap meremehkan penarikan pasukan AS karena mengakibatkan kekosongan keamanan.
Semua pasukan AS diperkirakan akan meninggalkan negara itu akhir tahun depan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan perjanjian keamanan bilateral. Obama menegaskan penarikan yang akan dilakukan itu sesuai dengan rencana dan tidak akan ditangguhkan.
Jendral James Mattis, Rabu, secara resmi mengambil alih Komando Tengah AS atau CENTCOM , yag mengasai sepenuhnya perang di Irak dan Afghanistan , menggantikan Jendral David Petraeus. Petraeus mengambil alih komando langsung atas konflik Afghanistan setelah orang yang digantikannya, Jendral Stanley McChrystal dipecat karena melakukan wawancara dengan sebuah majalah yang isinya merusak nama baik para pejabat penting AS.
Penempatan pasukan AS di Irak mencapai puncaknya tahun 2007 dengan jumah mencapai 170.000 personil tetapi kehadiran mereka secara berangsur dikurangi dalam 18 bulan belakangan ini.