REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA–-Pembahasan revisi Undang-undang (UU) No 2 tahun 2008 tentang Partai Politik di tingkat Panitia Kerja (Panja) mengarah pada semangat penyederhanaan jumlah partai politik. Namun, penyederhanaan jumlah partai politik tidak dengan syarat-syarat ekstrim seperti manikkan ambang batas parlemen (PT) hingga lima persen atau mengurangi jumlah kursi daerah pemilihan (dapil). “Hampir ada kesepakatan tentang penyederhanaan partai,” kata Ketua Panja Revisi UUPartai Politik, Sunardi Ayub, lewat sambungan telepon, Jumat (13/8).
Panja Revisi UU Partai Politik, kata Sunardi, selama ini telah melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan berbagai pihak termasuk perwakilan sembilan partai yang saat ini memiliki kursi di DPR. Selain sembilan partai tersebut, kata Sunardi, Panja juga telah meminta masukan dari pakar dan perwakilan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Berdasarkan masukan dari beberapa stakeholder tersebut, kata Sunardi, terdapat semangat yang sama dalam upaya penyederhanaan jumlah partai politik. Namun, cara penyederhanaan yang disepakati adalah dengan cara memperketat persyaratan calon peserta pemilu.
Salah satu syarat yang akan dicantumkan dalam revisi UU Partai Politik adalah tiap partai politik yang ingin mengikuti pemilu wajib memiliki unsur daerah hingga 80 persen. “Kita sepakat, partai yang akan ikut pemilu juga partai yang memiliki visi dan misi yang jelas,” tambah Sunardi.
Sunardi mengakui, partai-partai besar mengajukan usulan ekstrim terkait penyederhanaan partai politik seperti kenaikan PT hingga lima persen atau pengurangan jumlah kursi dapil. Ihwal kenaikan PT, menurut Sunardi, fraksi-fraksi di DPR belum menemukan titik temu. Namun, Sunardi memastikan, angka PT akan naik dalam Pemilu 2014 nanti. “Semangatnya PT naik tapi sedikit,” kata Sunardi.
Berbicara terpisah, Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Marwan Ja'far, meminta agar para elite politik bersikap negarawan dan tidak semena-mena. Marwan meminta para elit politik tidak menuntut kenaikan PT yang terlalu tinggi.
Kenaikan PT hingga lima persen, menurut Marwan, menjadi tidak relevan dengan iklim demokrasi karena tidak ada proses transformasi demokrasi. “Jangan sampai suara rakyat menjadi sia-sia hanya karen alasan penyederhanaan parpol,” tambah Marwan.