Ahad 15 Aug 2010 16:47 WIB

Ian Dallas, Dari Panggung Drama Eropa Beralih ke Sufisme

Rep: Nidia Zuraya/ Red: irf
Ian Dallas (kanan)
Ian Dallas (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Nama Syekh Abdul Qadir as-Sufi dikenal luas di kalangan para pengikut sufisme di wilayah Benua Hitam, Afrika. Dia adalah pemimpin Tarekat Darqawiyah Syadziliyah-Qadiriyah, sebuah aliran tarekat pada era modern yang memuliakan kemiskinan dan asketisme. Dia juga pendiri Murabitun World Movement, sebuah gerakan keagamaan yang bercita-cita menegakkan ajaran Islam secara kaffah.

Kendati sosoknya kini dikenal luas sebagai seorang ulama di seantero Afrika, Syekh Abdul Qadir mulanya bukanlah seorang Muslim. Syekh Abdul Qadir lahir pada 1930 di Ayr, Skotlandia, dengan nama Ian Dallas. Ia tumbuh dan dibesarkan di lingkungan keluarga Eropa pemeluk Kristen.

Selepas menamatkan pendidikan di Royal Academy of Dramatic Arts, London University, Dallas memulai kariernya di bidang seni sebagai seorang penulis drama. Ia pernah dikontrak oleh jaringan televisi BBC sebagai penulis naskah sejumlah sandiwara dan drama. Tak jarang pula, ia turut bertindak sebagai pemain dalam pertunjukan drama dan sandiwara yang naskahnya ia tulis sendiri.

Ketertarikan Dallas terhadap Islam bermula ketika ia melakukan per jalanan ke Maroko. Selama di Maroko, ia banyak berinteraksi dengan komunitas Muslim setempat, terutama dengan kalangan pengikut ajaran sufisme yang memang marak di negara tersebut. Tepatnya, pada tahun 1963, di Kota Fes, Maroko, Dallas memutuskan memeluk Islam di bawah bimbingan Imam Masjid al-Qarawiyyin, Syekh Abdul Karim Daudi. Setelah masuk Islam, Ian Dallas mengubah namanya menjadi Abdul Qadir.

Dia kemudian bergabung dengan Tarekat Darqawiyah, sebuah gerakan tarekat terkemuka di Maroko yang menisbatkan namanya pada Syekh Muhammad al-Arabi al-Darqawi (1760-1823). Dalam tarekat ini, dia berguru kepada sang pemimpin tarekat, Syekh Muhammad bin al-Habib. Dari sang guru inilah, Abdul Qadir memperoleh gelar As-Sufi. Bersama Syekh al-Habib, dia menjelajahi Maroko dan Aljazair untuk belajar sufisme dari Sidi Hamud bin al-Bashir (ulama Bilda) serta Sidi Fudul al-Huwari as-Sufi (ulama Fes).

Pengalaman spiritual yang dilalui Abdul Qadir selama pengembaraannya di tanah Afrika telah membuka cakrawalanya mengenai ajaran-ajaran Islam, terlebih lagi setelah perjumpaannya dengan seorang mursyid besar dari Meknes, Syekh Muhammad bin al-Habib. Pada periode tersebut, dia juga banyak menelaah gagasan-gagasan beberapa tokoh besar dari lingkungan peradaban Barat yang telah mengilhaminya semasa muda. Mulai dari pemikiran Baudelaire hingga Nietzsche, berlanjut pada Wagner, Jung, Goethe, dan Heidegger.

Setelah kembali ke Eropa dari perjalanan spiritualnya di Maroko, Abdul Qadir menuju ke Benghazi, Libya, bersama Syekh al-Fayturi. Di sini, ia menceburkan diri ke dalam khalwat, sebuah proses spiritual dengan cara menyepi dan mengasingkan diri. Tak lama setelah itu, dia mendeklarasikan kepemimpinannya atas Tarekat Darqawiyah.

Sejak saat itu, Syekh Abdul Qadir memprakarsai pengembangan komunitas-komunitas Muslim di jantung peradaban Barat di Eropa, mendidik kaum Muslim Eropa tentang ajaran agama, mendorong kaum laki-laki ataupun perempuan untuk membina karakter-karakter, serta mengeratkan silaturahim di antara komunitas-komunitas tersebut guna mengemban tugas transformasi Islam.

Apa yang telah dirintis oleh Syekh Abdul Qadir ini telah memberikan hasil yang menggembirakan. Peningkatan jumlah kaum laki laki ataupun perempuan di Spanyol, Inggris, Denmark, Italia, dan orang-orang Eropa lain dalam tempo tiga dasawarsa terakhir yang memilih Islam sebagai agama mereka pun terjadi.

Murabitun World Movement Syekh Abdul Qadir dikenal sangat menganjurkan kesetiaan pada autentisitas ajaran hukum Islam yang terpatri pada norma dan perilaku masyarakat Muslim di Madinah pada masa lampau. Dia menilai, Era Madinah sebagai bentuk dasar masyarakat Islam yang kini diperlukan untuk membangun kembali Islam kontemporer.

Sambil menekankan perlunya pemurnian kembali tradisi awal Madinah, dia juga menyeru orang kepada Islam dengan cara yang jernih dan memikat. Pemikiran-pemikiran tersebut dijelaskan secara panjang lebar dalam bukunya yang berjudul Root Islamic Education.

Untuk merealisasikan gagasan-gagasan pemikirannya ini, pada awal 1980-an, Syekh Abdul Qadir mendirikan sebuah gerakan keagamaan yang bercita-cita menegakkan ajaran Islam secara kaffah yang ia beri nama Murabitun World Movement. Gerakan ini terinspirasi dari nama gerakan Islam yang pernah menghidupkan kembali Andalusia dan membawanya pada puncak keagungan. Dari Andalusia ini, kemudian ajaran Islam menyebar luas ke wilayah-wilayah Eropa lainnya.

Gerakan Murabitun yang digagasnya ini terfokus pada upaya menekankan pentingnya zakat sebagai sistem pajak yang kini telah punah akibat dominasi praktik politik dan sistem keuangan non-Islam. Di mata Syekh Abdul Qadir, pemulihan praktik zakat mengharuskan adanya pemberlakuan mata uang syariah yang autentik, yakni mata uang dinar (emas) dan dirham (perak).

Syarat pokok lainnya bagi pemberlakuan zakat sebagai sistem pajak, menurut Syekh Abdul Qadir, adalah ketetapan hukum perdata menyangkut hal ini. Sebab, zakat seperti yang tertuang dalam ajaran Alquran merupakan aturan yang pernah ada serta praktik yang berlaku dalam sejarah Islam awal, diambil secara resmi (paksa) oleh pemerintah, dan bukan diberikan oleh seseorang secara sukarela sebagai sedekah.

Untuk mengembangkan gerakan Murabitun ini, selama bertahun-tahun dengan berbasis di Spanyol, Syekh Abdul Qadir membangun komunitas-komunitas Islam di Granada, Sevilla, Madrid, Galicia, Basque, dan Barcelona. Dia pun membantu membangun komunitas-komunitas Islam di Jerman, Inggris, Italia, dan Denmark. Di luar Eropa, terdapat komunitas-komunitas yang sangat aktif, di antaranya Afrika Selatan, Nigeria, Meksiko, Amerika Serikat, Australia, Indonesia, Thailand, dan Malaysia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement