REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-–Target pertumbuhan ekonomi 7 hingga 7,7 persen pada 2014 yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato kenegaraan, Senin (16/8), dinilai masih konservatif. Pidato itu juga dianggap tak mencerminkan kondisi bangsa yang sebenarnya.
‘’Terlalu konservatif karena seharusnya bisa lebih tinggi. Kita harus mewaspadai potensi pertumbuhan Cina yang jauh lebih tinggi,’’ kata anggota DPR dan Ketua DPP Partai Golkar, Rully Chairul Azwar. Ia menilai pertumbuhan ekonomi bisa lebih tinggi jika pemerintah betul-betul serius membenahi masalah demokrasi dan penegakan hukum.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura, Akbar Faisal, berpendapat pidato kenegaraan presiden sangat mengecewakan. "Tidak jujur menjelaskan kondisi bangsa yang ada,’’ kata dia.
Menurut Akbar, banyak masalah krusial bangsa yang tak disinggung sama sekali. Penekanan pidato masih saja terus berada di awang-awang, kecuali soal politik uang di pilkada dan toleransi bangsa dalam kemajemukan. Selebihnya, sambungnya, praktis pidato presiden hanya menjelaskan keberhasilan pemerintah yang di mata pihak lain tak tidak seberhasil yang disampaikan presiden.
Soal insiden penembakan aparat Malaysia pun, tambah Akbar, sama sekali tidak disinggung presiden. ‘’Padahal ini sangat penting di hari ulang tahun RI, setidaknya menggelorakan nasionalisme kita yang semakin terdegradasi,’’ ujar dia.
Sedangkan anggota DPR dari FPKS, Andi Rahmat, berpendapat target pertumbuhan yang disampaikan presiden adalah angka aman saja. ‘’Ada rally di pasar modal dan investasi. Kalau bisa dikendalikan dan momentumnya dimanfaatkan, bisa mencapai 7,7 persen itu. Kita punya masalah serius dalam mengkonsolidasikan investasi,’’ kata dia. Menurut Andi, pidato presiden masih sangat abstrak, belum memperlihatkan detail langkah yang akan dilakukan, dan tidak tepat dalam menyampaikan persoalan.