REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi III, DPR Syarifudin Sudding, mengatakan dakwaan jaksa dalam kasus Sistem Administrasi Badan Hukum di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sangat lemah. Pasalnya dakwaaan mengaitkan dengan penerimaan negara bukan pajak.
"Pelayanan Sisminbakum sudah beroperasi sejak 2001 dan aturan mengenai PNBP baru diberlakukan pada 2009 sehingga tidak bisa didakwa ada tindakan korupsi," kata Syarifuddin Suding di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (20/8) Sudding menjelaskan, sejak April 2001 hingga 2008, belum ada peraturan pemerintah yang mengatur soal PNBP karena aturan tersebut baru ada pada 2009 dan peraturan pemerintah tidak berlaku surut.
Menurut dia, sangat sulit menyebut ada kerugian negara dalam proyek Sisminbakum, apalagi jika dikaitkan dengan PNBP. "Tidak ada kerugian negara dan tidak ada korupsi karena pada saat itu belum ada pertauran pemerintah yang mengatur mengenai "fee" Sisminbakum," kata politisi Hanura ini.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Ahmad Yani, mengatakan pelaksanaan Sisminbakum di Kementerian Hukum dan HAM tidak tepat jika didakwa mengandung unsur korupsi karena peraturan pemerintah mengenai PNBP baru terbit pada 2009. Yani menjelaskan pelayanan Sisminbakum pada 2001 atas kesepakatan Pemerintah Indonesia dengan lembaga "International Monetary Fund" (IMF) guna memulihkan perekonomian dan menumbuhkan iklim investasi.
Namun, kata dia, untuk menumbuhkan iklim investasi yang menjadi persoalan utama kala itu adalah sulitnya mendaftarkan pendirian perseroan terbatas sehingga muncul gagasan pendirian Sisminbakum guna memberikan kemudahan kepada investor. Karena pemerintah masih kesulitan anggaran pasca-krisis moneter, lanjut dia, maka pendirian Sisminbakum melalui investasi dari pihak ketiga oleh PT SRD.
"Sejak terbentuknya Sisminbakum banyak perusahaan mendaftarkan proses pendirian badan hukumnya, namun dananya tidak masuk ke PNBP karena belum ada peraturan pemerintah mengenai BNPB," katanya. Menurut dia, negara tetap mendapat pemasukan dari sistem ini melalui PPn dan PPh berdasarkan surat keputusan menteri melalui program kerja sama Koperasi Departemen Hukum dan HAM dan perusahaan swasta.
Selama tujuh tahun pada 2001-2008, kata dia, tidak ditemukan kerugian negara dalam Sisminbakum karena pemerintah belum memberlakukan aturan PNBP.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Hukum Administrasi Negara dari Universitas Padjajaran (Unpad) Prof. Gde Pantja menuturkan, berdasarkan perspektif hukum administrasi negara, Sisminbakum adalah sebuah terobosan untuk mengatasi sebuah masalah yang memiliki justifikasi hukum. Dengan alasan tersebut, kata dia, kebijakan Sisminbakum tidak bisa dipidanakan atau dikriminalkan karena kebijakan ini bersifat administratif.
Menurut Pantja, lahirnya Sisminbakum sepenuhnya menjadi domain hukum administrasi. Dengan demikian, lanjut Gde Pantja, segala konsekuensi hukumnya tetap berada dalam lingkup administratif.