Selasa 24 Aug 2010 22:22 WIB

Menggapai Derajat Mental Malaikat

Red: irf
ilustrasi
Foto: Republika
ilustrasi

Oleh Dr A Ilyas Ismail MA

Ibadah puasa merupakan sarana latihan untuk pengembangan diri. Ulama besar dunia, Yusuf al-Qaradhawi, dalam bukunya Fiqh al-Shiyam, memandang puasa Ramadhan sebagai lembaga pendidikan par-excellent (madrasah mutamayyizah) yang dibuka oleh Allah SWT setiap tahun. Siapa yang mendaftar dan mengikuti “perkuliahan” dengan baik sesuai petunjuk Islam, ia akan lulus ujian dengan predikat “sukses besar”. Karena, tak ada keuntungan yang lebih besar ketimbang meraih ampunan Tuhan dan bebas dari siksa neraka.

Di antara hikmah paling penting ibadah puasa, bagi al-Qaradhawi, adalah pencucian atau peningkatan kualitas diri (tazkiyyat al-nafs). Puasa diharapkan dapat meninggikan kualitas jiwa dan mentalitas manusia sehingga ia menjadi manusia yang benar-benar tunduk dan menghambakan diri hanya kepada Allah SWT. Inilah potret manusia bertakwa yang ingin dicapai melalui ibadah puasa.

Dalam pemikiran Islam, jiwa atau mental (al-nafs) memiliki empat tingkatan mulai dari yang paling rendah hingga paling tinggi. Pertama, mental tumbuh-tumbuhan (nafs al-nabat). Wilayah kerja (domain) mental tumbuh-tumbuhan adalah makan dan minum. Manusia dengan mental ini tentu tidak dapat menjalankan ibadah puasa.

Kedua, jiwa binatang (nafs al-hayawan). Domain jiwa binatang adalah gerak, harakah (motion), memangsa, dan seksualitas. Jiwa binatang tidak mengenal rambu-rambu hukum. Yang kuat memangsa dan menerkam yang lemah. Inilah yang dinamakan hukum rimba. Manusia dengan mental ini juga tak dapat melaksanakan ibadah puasa.

Ketiga, jiwa manusia (nafs al-insan). Domain jiwa manusia adalah berpikir dan berprestasi. Jiwa ini jauh lebih tinggi dari dua jiwa terdahulu. Tapi, bukan tanpa kelemahan. Dalam berpikir dan mencapai prestasi, jiwa manusia sering diliputi penyakit sombong (kibr), serakah (al-thama`), serta dengki (al-hasad), dan iri hati (al-hiqd wa al-hasad).

Keempat, jiwa atau mental malaikat (nafs al-malakut). Domain mental ini adalah kebenaran dan kepatuhan yang tinggi kepada Allah SWT tanpa reserve. “Penjaganya ialah malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS Al-Tahrim [66]: 6).

Mental malakut, seperti dipaparkan di atas, merupakan mental yang paling tinggi. Ibadah puasa sesungguhnya dimaksudkan agar manusia memiliki semangat dan jiwa malakut ini. Ini tidak bermakna bahwa manusia harus bertransformasi (merubah bentuknya) menjadi malaikat. Tidak. Tapi, transformasi dalam arti peningkatan kualitas diri dengan semangat kebenaran (tahaqquq) dan pengabdian (ta`abbud) yang tinggi kepada Allah SWT. Wallahu a`lam.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement