REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Mantan Presiden Amerika Serikat (AS), Jimmy Carter, berencana berkunjung ke Korea Utara (Korut) dalam waktu dekat. Ia membawa misi untuk membebaskan seorang pria Amerika yang menjalani hukuman delapan tahun kerja paksa di sana, kata majalah Foreign Policy, Senin (23/8).
"Jimmy Carter dijadwalkan akan berkunjung ke Korea Utara dalam waktu dekat, menurut dua sumber yang dekat dengan rencana mantan presiden itu, dalam apa yang menurut mereka sebagai misi pribadi untuk membebaskan seorang warga AS yang dipenjarakan di sana," kata majalah itu.
Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian itu dirancang akan bertolak "dalam beberapa hari ini," ujarnya.
AS telah berulangkali mengemukakan keprihatinan mengenai kesehatan Aijalon Mahli Gomes, yang dipenjarakan karena memasuki perbatasan negara itu dari Cina secara ilegal.
Gomes, 30 tahun mantan pengajar bahasa Inggris di Korea Selatan dan dilaporkan sebagai penganut Kristen yang taat, ditahan pada Januari. Dia dipenjarakan pada April dan didenda setara 700.000 dolar.
Media negara Korea Utara mengatakan Juli, bahwa Gomes berusaha untuk melakukan bunuh diri dan kemudian dirawat di rumah sakit. Gomes "dipacu oleh perasaan bersalah, kekecewaan dan putus asa pada pemerintah AS yang belum mengambil tindakan apa pun untuk kebebasannya," kata kantor berita negara komunis itu.
Laporan Foreign Policy mengatakan, bahwa Carter, 86 tahun, akan berkunjung sebagai warga biasa, sama dengan misi yang pernah dijalani oleh Bill Clinton tahun lalu, ketika dia menjamin pembebasan wartawan Current TV, Laura King dan Euna Lee, yang juga dipenjarakan setelah menyeberangi perbatasan Korea Utara lewat Cina secara ilegal.
Majalah itu mengatakan, tidak akan ada pejabat pemerintah AS dalam kunjungan Carter. Namun, mantan presiden itu sedang mempertimbangkan untuk mengajak isteri dan putrinya.
Ditanya mengenai potensi kunjungan Carter ke Korea Utara, juru bicara departemen luar negeri AS Philip Crowley mengatakan kepada AFP: "Saya tidak bisa menjawab pertanyaan anda."
Carter membuat kunjungan yang tak pernah terjadi sebelumnya ke Pyongyang pada 1994, ketika AS semakin dekat perang dengan Korea Utara berkaitan dengan program nuklirnya. Dia membantu melunakkan krisis melalui perundingan-perundingan dengan pemimpin Korea Utara Kim Il-Sung.
Pada Maret tahun ini, dalam kunjungan ke Seoul, mantan presiden itu menterukan Korea Selatan dan AS untuk melakukan perundingan langsung dengan Pyongyang, dan mengatakan kegagalan merundingkan perlucutan senjata nuklir mungkin bisa berakibat bencana perang.
"Tak satupun bisa memperkirakan jawaban akhir dari Pyongyang, namun tidak ada salahnya melakukan berbagai upaya, termasuk perundingan langsung," katanya dalam satu pidato setelah menerima gelar doktor kehormatan dari Universitas Korea di Seoul. "Prakarsa itu harus dari Amerika dan Korea Selatan," tegasnya.
Carter, mantan petani kacang menjadi presiden AS dari Demokrat, pada 1977-1981. Sebelumnya ia terpilih menjadi gubernur negara bagian selatan Georgia dari 1971-1975.
Ia merintis terus karir diplomasinya dan dikenal sebagai negarawan sepuh yang bersuara vokal mengenai masalah perundingan perdamaian Irseal-Palestina, kemanusiaan di Zimbabwe dan situasi di Darfur. Carter meraih Hadiah Nobel Perdamaian pada 2002.