REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK--Penolakan terhadap pembanguan masjid di dekat lokasi runtuhnya menara kembar WTC atau kerap disebut ground zero dinilai hanya permainan segelintir politisi di Amerika Serikat untuk menghadapi persaingan dalam pemilu sela November 2010. Para politisi yang tak bertanggung jawab itu telah membuat suasana kian panas.
Penilaian itu datang dari Executive Director of the New York office of the watchdog group Common Cause, Susan Lerner. Dia lantas menunjuk mantan ketua kongres AS asal Partai Republik, Newt Gingrich, dan anggota Senat dari Partai Demokrat, Harry Reid, sebagai contoh politisi yang telah memperkeruh keadaan.
Sebelumnya, Gingrich mengeluarkan komentar kontroversial. Dia menganggap, pembangunan masjid yang terletak hanya dua blok dari ground zero itu sama saja dengan menempatkan tanda swastika Nazi di samping museum holocaust. Sedangkan Reid mengritik Presidennya sendiri yang berasal dari satu partai dan mengusulkan agar masjid di bangun di tempat lain.
Lerner ikut bergabung dalam 40 organisasi sipil dan keagamaan yang mendukung pembangunan masjid ground zero. Mereka menggelar demonstrasi di dekat ground zero, Rabu (25/8) waktu setempat, untuk memperlihatkan dukungannya. Lerner merasa perlu bergabung dalam koalisi ini karena melihat telah terjadi penyimpangan isu atas rencana pembangunan masjid yang terletak dalam Islamic Center ini.
Koalisi ini sedang melobi para pejabat setempat untuk mendukung pembangunan masjid ground zero sebagai refleksi kebebasan beragama dan keanekaragaman. Menurut mereka, alasan penolakan terhadap pembangunan masjid dianggap hanya stereotip yang ingin menakut-nakuti dan mencerai-beraikan masyarakat.
Koalisi juga berencana menyalakan lilin di dekat Ground Zero pada 10 September, menjelang ulang tahun kesembilan tragedi 11 September 2001. ''Ini bukan hanya tentang Muslim, ini adalah tentang siapa diri kita sebagai orang Amerika,'' tegas Lerner.
Rabi Arthur Waskow, Direktur Pusat Shalom, mengatakan pembangunan masjid ini akan menunjukkan kepada dunia bentuk Islam yang mengemban perdamaian, bukan Islam teroris. ''Ini benar, adalah bijaksana untuk membangunnya,'' ujarnya bersama ratusan orang lainnya di jantung Manhattan, beberapa langkah dari ground zero.
''Saya kehilangan seorang putra berusia 23 tahun, seorang paramedis yang memberikan hidupnya untuk menyelamatkan Amerika dan nilai-nilainya,'' kata Talat Hamdani, salah seorang pendemo Muslim yang ikut menjadi korban tragedi 11 September. ''Ini bukan sekadar soal mendukung pembangunan masjid dan Islamic Center, tapi ini terkait penegakan hak asasi manusia dan kebebasan beragama.''