REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah diminta mengendalikan diri dalam melakukan penerimaan pegawai negeri sipil (PNS) baru. Hal ini penting dilakukan demi lancarnya evaluasi jumlah PNS yang sudah diinstruksikan oleh presiden.
"Kalau tidak diperlukan jangan merekrut pegawai. Mestinya pemerintah mengendalikan diri," ujar Ahli Administrasi Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Wahyudi Kumorotomo, ketika dihubungi Republika, Kamis (26/8).
Menurut Wahyudi, penerimaan pegawai yang dilakukan pemerintah seringkali tidak berdasarkan kebutuhan. Bahkan tidak dilengkapi dengan analisis jabatan terlebih dahulu. Sehingga banyak pegawai baru yang tidak tahu apa yang harus dikerjakan. ''Karena ketiadaan deskripisi pekerjaan yang jelas. Banyak pula pegawai yang masuk hanya berdasarkan 'titipan','' cetusnya.
Kemudian untuk mengatur jumlah pegawai yang sudah ada, pemerintah sudah seharusnya melakukan pendataan terhadap PNS malas dan tidak produktif. Dalam pengamatan Wahyudi, banyak PNS yang punya sambilan bekerja di sektor swasta sehingga pekerjaannya sebagai PNS agak terganggu. Banyak pula PNS yang bolos kerja. Bahkan ada PNS yang selama tujuh bulan tidak masuk kerja, tetapi hanya mendapat teguran lisan.
Hal itu tentu saja hanya membebani keuangan negara. Sebab sekitar 70 persen APBN sudah tersedot ke PNS. "Kalau berstatus pegawai harus melaksanakan pekerjaannya, karena beban APBN sudah sangat besar," katanya.
Lebih lanjut Wahyudi menjelaskan, proporsi PNS yang tidak seimbang saat ini merupakan salah satu akibat dari otonomi daerah. "Setelah otonomi, daerah diberi keleluasan lebih besar dalam merekrut pegawai," ujarnya.
Akan tetapi, kata Wahyudi, karena keleluasaan itu akhirnya jumlah PNS menjadi tidak seimbang, struktur organisasi pemerintahan daerah menjadi gemuk. Sehingga tidak proporsional lagi dengan beban kerja. ''Hal ini banyak terjadi, untuk pekerjaan yang bisa dikerjakan oleh 3 orang, justru dikerjakan 12 orang,'' jelasnya.
Sebelumnya, dalam upaya menindaklanjuti instruksi presiden soal evaluasi PNS itu, Kementerian Dalam Negeri sebagai leading sector sudah mulai menggelar pembicaraan dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Kementerian Keuangan, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, dan Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan. Dari pembicaraan itu, konsep pembagian organisasi pemerintah daerah berdasarkan karakteristik daerah mencuat. Sebab kabupaten dan kota memiliki karakter yang berbeda.