REPUBLIKA.CO.ID,TEHERAN--Carla Bruni-Sarkozy, istri Presiden Prancis Nicolas Sarkozy disebut seorang "tuna susila" oleh Iran setelah ia mengkritik keputusan Iran yang memvonis mati seorang wanita dengan dirajam. Bruni-Sarkozy, ibu negara Prancis, mendapatkan serangan setelah ia turut menandatangani petisi yang menyerukan pembebasan Sakineh Mohammadi Ashtiani, yang dinyatakan telah berzina dengan lelaki selain suaminya kemudian membantu dalam proses pembunuhan sang suami.
Kayhan (yang berarti jagat raya), sebuah surat kabar Iran yang berada di bawah kendali pemerintah, menyebut Bruni-Sarkozy dan Isabelle Adjani, aktris Prancis yang berkampanye untuk membebaskan Ashtiani, sebagai "tuna susila" dalam sebuah tulisan editorial.
Kayhan menyebut Bruni-Sarkozy (42) sebagai seorang yang munafik. Bukan tanpa alasan, dalam editorial surat kabar tersebut, dibeberkan mengenai kisah percintaan sang mantan supermodel yang melibatkan banyak selebriti papan atas. Artikel yang diberi judul "Tuna susila Prancis Bergabung dengan Protes HAM" tersebut menyorot sang ibu negara dan aktris Isabelle Adjani.
Sementara itu, sebuah televisi pemerintahan menuding mantan supermodel tersebut "tidak bermoral". Istana Elysee tidak mengeluarkan reaksi formal terkait hinaan dari media Iran tersebut. Tapi, seorang sumber dalam istana mengatakan bahwa Bruni-Sarkozy "amat syok" karena serangan pribadi tersebut.
Bruni-Sarkozy menjadi bagian dalam kampanye untuk menyelamatkan nyawa Ashtiani (43), seorang ibu beranak dua. Mantan supermodel yang menjadi istri ketiga Sarkozy dua tahun lalu tersebut menandatangani petisi untuk membebaskan Ashtiani.
Dalam surat terbuka untuk Ashtiani pekan lalu, Bruni-Sarkozy menuliskan, "Mengapa menumpahkan darah dan menelantarkan anak-anakmu? Karena kau sudah pernah hidup, karena kau sudah pernah mencintai, karena kau seorang wanita, dan karena kau warga Iran? Segalanya dalam diriku menolak menerima hal ini."
"Aku tidak bisa memahami, apa hasil baik yang bisa didapat dari upacara mengerikan ini, apa pun alasan hukum yang dikemukakan untuk membenarkannya," tulis Bruni-Sarkozy. "Suamiku (Nicolas Sarkozy) akan membelamu, Perancis tidak akan menyerah," tulisnya dalam sebuah surat yang dimuat situs La regle du jeu milik penulis Peranci, Bernard-Henry Levy.
Sarkozy melakukan hal yang sama dengan sejumlah selebriti dan politikus lain, termasuk mantan presiden Prancis, Giscard d’Estaing, yang menyerukan pengampunan untuk Sakineh Mohammadi-Ashtiani.
Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengatakan bahwa rajam adalah hukuman abad pertengahan dan pemeliharaannya menunjukkan pengabaian Iran akan hak asasi manusia. "Jika hukuman itu dilaksanakan, itu akan memuakkan dan menggemparkan seluruh dunia yang menyaksikan," ujarnya dalam sebuah konferensi pers di London pada hari Kamis (8/7) lalu.
Di bawah interpretasi keras Iran, hubungan intim sebelum menikah akan dihukum 100 cambukan, tapi orang yang berselingkuh akan dihukum mati dengan dirajam. Pengacara Ashtiani dan aktivis HAM memeringatkan bahwa eksekusinya akan segera dilaksanakan setelah pengajuan banding untuk kasasi ditolak.
Pada bulan Mei 2006, sebuah pengadilan kriminal di provinsi timur Azerbaijan menyatakan Ashtiani bersalah telah menjalin hubungan gelap dengan dua pria menyusul kematian suaminya. Dia diberi cambukan 99 kali.
Tapi pada bulan September tahun itu, dalam persidangan saat seorang pria dituduh membunuh suaminya, pengadilan lain membuka kembali kasus perzinaan berdasarkan peristiwa yang diduga terjadi sebelum suaminya meninggal.
Pengadilan Iran Sabtu mengatakan mereka belum membuat keputusan akhir dalam kasus Ashtiani. Tetapi ia masih berada di bawah ancaman hukuman mati dan bisa dieksekusi dengan cara-cara lain seperti hukum gantung.
Televisi pemerintah Iran menuduh Bruni “berlagak sebagai Tuhan”, dan koran yang dikendalikan pemerintah Kayhan menyebut Bruni seorang pelacur Sabtu.
Minggu lalu Menteri Luar Negeri Prancis Bernard Kouchner minta Uni Eropa agar mempertimbangkan pendekatan-pendekatan baru untuk mendesak Iran sehubungan kasus ini.