Rabu 01 Sep 2010 19:18 WIB

Berakhir 2015, Keberadaan Inggris di Afghanistan

REPUBLIKA.CO.ID,MARKAS BENTENG, AFGHANISTAN--Wakil Perdana Menteri Inggris Nick Clegg pada Selasa memastikan tugas tempur negaranya di Afghanistan berakhir pada 2015 dan berjanji melindungi pasukan garis depan dari pemotongan mendadak dalam anggaran pemerintah.Saat mengunjungi tentara di markas Benteng di propinsi Helmand, Afghanistan selatan, Clegg juga menyeru pejuang Taliban menjadi bagian dari masa depan politik Afghanistan.

"Kami sudah sangat jelas, berhenti penuh pada akhir keterlibatan kami," kata Clegg, "Pada 2015, tidak akan ada pasukan tempur Inggris di Afghanistan."

Inggris memiliki sekitar 10.000 tentara di wilayah perang dan berencana menarik tentaranya dari tugas tempur sebagai bagian dari penarikan lebih luas pasukan gabungan NATO, yang akan membiarkan pasukan Afghanistan bertanggung jawab atas keamanan negara itu.

Clegg mengatakan kepada satuan Inggris bahwa kesepakatan politik diperlukan untuk mengamankan masa depan damai Afghanistan."Tanpa penyelesaian politik, ini tidak akan berakhir," katanya."Pilihannya adalah mereka dapat terus berjuang atau meletakkan senjata dan mengakui undang-undang dasar Afghanistan. Mereka dapat berpaling dari Alqaida dan memainkan peran dalam menciptakan Afghanistan yang stabil," katanya.

Pemerintah sedang mengaji pengeluaran seluruh departemen sebagai bagian dari penghematan untuk menghapus rekor defisit anggaran.

Rincian yang akan dipangkas akan diumumkan pada Oktober, tapi Clegg menyatakan pasukan garis depan akan dilindungi dari perubahan mendadak dalam pendanaan."Kami belum mengambil keputusan," katanya, "Tapi, satu hal saya dapat sangat jelas ialah bahwa kita tidak akan tiba-tiba menarik dukungan dari satu hari ke hari lain bagi pasukan berani kita, yang ada di sini, di garis depan di Afghanistan."

Sejumlah 332 tentara Inggris tewas di negara terkoyak perang itu sejak serbuan pimpinan Amerika Serikat untuk menumbangkan pemerintah Taliban di Afghanistan pada ahir 2001.

Peningkatan jumlah korban tewas menjadi berita buruk bagi Washington dan sekutunya, yang pemilihnya semakin putus asa oleh korban dalam perang di tempat jauh itu, yang tampak berkepanjangan dan tak berujung.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan perlawanan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh serbuan pimpinan Amerika Serikat pada 2001, karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Ladin, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah negara adidaya itu, yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Pejuang hak asasi manusia Inggris meluncurkan upaya membawa pejabat pertahanan ke pengadilan atas tuduhan keterlibatan tentara negara itu dalam penembakan rakyat Afghanistan, kata laporan pada awal Agustus.

Puluhan ribu naskah rahasia tentara Amerika Serikat pada pekan lalu diterbitkan laman jagabaya WikiLeaks, yang merekam penembakan tidak biasa atas rakyat di Afghanistan melibatkan dua satuan tentara Inggris, kata koran "Guardian".

Phil Shiner, pengacara atas nama pegiat perdamaian Maya Evans, mengirim surat kepada Menteri Pertahanan Inggris Liam Fox pada akhir pekan lalu, mendesak Departemen Pertahanan melakukan penyelidikan seksama, kata koran Inggris itu.Naskah itu -yang pertama diungkapkan "Guardian", "New York Times" dan mingguan Jerman "Der Spiegel"- menyebut pembunuhan atas sedikit-dikitnya 26 warga, kata Shiner.

sumber : ant/reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement