Kamis 02 Sep 2010 02:45 WIB

Warga Irak Ragu akan Keamanan Negerinya Pascapenarikan Pasukan AS

Rep: Wulan Tunjung Palupi/ Red: Siwi Tri Puji B
Polisi Irak berjaga-jaga di pusat kota baghdad
Foto: AP
Polisi Irak berjaga-jaga di pusat kota baghdad

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD--"Ini bukan waktu yang tepat," kata Johaina Mohammed (40 tahun) seorang guru dari Baghdad. "Tidak ada pemerintah, keamanan memburuk, dan tidak ada kepercayaan."

Mohammed mengeluarkan pernyataan itu saat dimintai komentar tentang penarikan pasukan AS dari negeri itu sejak kemarin. Sama seperti Mohammed, banyak warga Irak merasakan hal yang sama.

Bagian dari kegamangan warga berpangkal dari keraguan tentang apakah Irak dapat mengatasi keamanannya sendiri. Meski pasukan keamanan jauh lebih baik dan serangan telah menurun drastis dibanding masa gelap 2006 dan 2007 ketika negara berada di ambang perang saudara.

Serangan-serangan masih terjadi secara sporadis di Irak, misalnya serangan bom dan tembakan pekan lalu yang menyebabkan 56 orang tewas. Ketakutan diperburuk oleh kebuntuan politik, yang sebagian orang percaya bisa terjadi bentrokan antar aliran agama dan etnis atau bahkan Irak kembali menjadi negara diktator.

"Mereka seharusnya menunggu pemerintah baru terbentuk baru menarik diri," kata Mohammed Hussein Abbas, yang beraliran Syi'ah dari kota Hillah di selatan Baghdad. Sebagian besar pendukung koalisi politik Al-Maliki adalah klah tipis dalam pemilu parlemen 7 Maret silam, dimenangkan oleh aliansi sekuler yang didukung sebagian besar oleh Sunni dan dipimpin oleh mantan Perdana Menteri Ayad Allawi yang Syi'ah. Baik Al Maliki dan Allawi ingin menjadi perdana menteri dan telah menghabiskan enam bulan terakhir berusaha merekrut sekutu dan pendukung lainnya.

Parlemen hanya bertemu sekali, pada bulan Juni, sejak pemilihan Maret. Wakil Presiden AS, Joe Biden telah mengunjungi Irak enam kali sejak Januari 2009, dan telah melakukan kontak dekat dengan Baghdad sejak Maret untuk mencoba membujuk berbagai pihak. Namun sejauh ini, upaya itu belum berhasil.

Kegamangan yang sama juga pernah dilontarkan mantan tangan kanan Saddam Hussein di Partai Ba'ath, Tariq Aziz. Menurutnya, AS harus meneruskan okupasi sampai Irak betul-betul menjadi negara yang aman dan pulih seperti sebelumnya.

"Mereka tak bisa pergi begitu saja seperti ini. Jika itu mereka lakukan, maka Inggris dan Amerika tak ubahnya seperti serigala," ujarnya. "Ketika Anda melakukan kesalahan, maka Anda harus melakukan langkah memperbaiki kesalahan. Bukan melarikan diri seperti itu."

Aziz diwawancara pertama kali sejak jatuhnya Irak oleh Guardian. Dalam wawancara itu, ia menyebut sejak awal, invasi ke Irak sudah penuh dengan tipu muslihat dan kebohongan. "Kami adalah korban nyata Inggris dan Amerika. Selama 30 tahun kami susah payah membangun negeri, semua hancur dalam sekejap mata," ujarnya.

sumber : AP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement