REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Indonesia telah menyia-nyiakan kesempatan untuk mensejajarkan posisi dengan Malaysia saat pertemuan di kota Kinabalu. Hal ini bisa memicu terjadinya pelecehan terhadap warga negera Indonesia di kemudian hari.
"Kejadian seperti ini bisa terulang lagi. Pasti akan ada ke depan," kata Pakar Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana, ketika dihubungi Republika, Selasa (07/09). Pada pertemuan di Kinabalu awal pekan ini seharusnya pemerintah hanya perlu menendang bola emas untuk bisa membuka diskusi serius tentang hubungan dengan Malaysia. Terutama sikap saling menghormati terhadap perlakukan warga negara dari dua negara bertetangga itu.
"Pertemuan Kinabalu antiklimaks aja. Sayang kesempatan dilewatkan, ini kesempatan emas," ujar Hikmahanto. Dia khawatir hilangnya kesempatan ini justru akan memunculkan menghilangkan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Sehingga jika terjadi letupan dengan Malaysia, publik akan mengambil tindakan sendiri.
Pertemuan di Kinabalu ini seolah hanya menjadi obat penenang saja dari kemarahan publik Indonesia. Seperti halnya pada saat terjadinya insiden sengketa blok Ambalat pada tahun 2005 yang kemudian diredam dengan sebuah pertemuan. Tetapi sengketa kembali mencuat pada tahun 2009, sekali lagi diredam dengan pertemuan. Tapi permasalahan itu sendiri belum selesai.
Momentum Kinbalu seharusnya bisa menjadi pertemuan untuk membahas hubungan saling menghormati dan tidak saling melecehkan antara kedua negara. Selama ini hubungan Indonesia dan Malaysia tidak seimbang. Seperti halnya sikap perdana menteri Malaysia yang tidak membalas surat dari Presiden Indonesia.