Kamis 09 Sep 2010 01:18 WIB

YLKI : Pejabat Negara Patut Contoh Perilaku Orang Asing

Rep: Citra Listya Rini/ Red: Budi Raharjo
Ilustrasi
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Penundaan keberangkatan pesawat lantaran harus menunggu pejabat negara amatlah miris. Pasalnya, kejadian seperti ini tidak ada di luar negeri. Untuk itu, perilaku pejabat negara maupun maskapai dalam negeri haruslah dirubah.

"Perilaku pejabat negara dan maskapai kita harus berubah. Penundaan keberangkatan maskapai karena menunggu pejabat, itu tidak ada di luar negeri," kata Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo, saat dihubungi Republika, Jakarta, Rabu (8/9).

Dia mengatakan walaupun ada penundaan keberangkatan, lanjutnya, hal itu karena alasan teknis atau safety pesawat. Menurut Sudaryatmo, alasan teknis tersebut memang ada dalam regulasi penerbangan. Sebaliknya, jika alasan penundaan karena alasan non-teknis itu tidak ada.

"Pada prinsipnya setiap penundaan harus ada alasannya. Kalau untuk safety atau alasan teknis itu memang ada aturan. Tapi, kalau non-teknis itu tidak ada aturannya," tegas Sudaryatmo.

Karena itu ia meminta kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan agar memberikan sanksi kepada maskapai yang menunda keberangkatan akibat alasan non-teknis. Sudaryatmo menyebutkan sanksi bisa berupa teguran, penundaan pembukaan rute baru hingga pencabutan izin terbang.

"Saya juga berharap asosiasi pilot dalam negeri lebih menjaga kedaulatan profesionalismenya. Sekarang ini saya perhatikan mereka masih belum independent. Pilot masih bisa diintervensi," ungkapnya.

Pria yang akrab disapa Daryatmo ini menjelaskan penundaan keberangkatan tentu saja merugikan banyak pihak. Baik maskapai maupun konsumen. Misalnya, konsumen yang tepat waktu jadi terbengkalai waktunya lantaran menunggu pejabat negara yang datang terlambat.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement