REPUBLIKA.CO.ID,"Politisi harus menyelesaikan masalah dalam negeri mereka sendiri," kata muslimah Daisy Kahn. Menurutnya, Geert Wilders, politikus populis anti-islam Belanda, tak perlu datang ke New York untuk berunjuk rasa menentang Pusat Islam di dekat Ground Zero.
Sabtu (11/09) mendatang, politikus Belanda Geert Wilders akan berbicara di depan publik pada unjuk rasa menentang pembangunan gedung Pusat Islam di dekat Ground Zero, tempat World Trade Center dulu berdiri.
Daisy Khan adalah salah satu pencetus di balik rencana pembangunan Pusat Islam Park 51. Ia menekankan, bangunan itu tak akan jadi masjid, melainkan pusat pertemuan, tempat semua warga Manhattan bisa berkumpul.
Ia menyebut dirinya sendiri "pembangun jembatan," yang berjuang mencapai keselarasan masyarakat dan menentang ekstrimisme. Memang, akan ada ruang sholat di gedung itu, katanya.
Menurut Daisy Khan, Geert Wilders dan politisi asing lainnya tidak perlu ikut campur dalam masalah intern Amerika. "Tiap komunitas punya masalah masing-masing. Masalah di Belanda harus tetap jadi masalah Belanda, dan harus diselesaikan oleh orang Belanda dan komunitas muslim Belanda. Tidak bijaksana bagi politisi asing untuk mencoba menyelesaikan masalah di dapur orang."
Daisy Khan mengenal ide-ide Wilders dan partai kanan populisnya PVV. "Saya tahu karena beberapa tahun lalu ia datang ke Kongres Amerika. Saya dengar waktu itu, ia melarang Al-Quran. Menurut saya, itu tak masuk akal. Wilders tak boleh menggaung-gaungkan kebebasan berpendapat di satu sisi, sedangkan di sisi lain ia melarang Quran, kitab yang merupakan pembimbing bagi miliaran orang."
Walau disibukkan perundingan koalisi pemerintahan baru yang alot Belanda. Toh, Geert Wilders tetap bertekad datang dan berpidato di pertemuan New York Sabtu mendatang. Radio Nederland mencoba menghubungi Geert Wilders untuk reaksinya, tapi ia tidak bersedia memberikan komentar.
Tak Punya Hormat dan Memalukan
Menlu Amerika Hillary Clinton juga menentang rencana pembakaran Al-Quran pada 11 September mendatang. Pro-kontra di sekeliling peringatan serangan teror 2001 makin memanas. "Tak punya hormat" dan "Memalukan." Begitu ungkapan Hillary Clinton yang marah terhadap pendeta Terry Jones dari Florida.
Pendeta ini berencana membakar Al-Quran Sabtu (11/09) mendatang. "Toleransi beragama di Amerika mengalami kemunduran drastis," kata Clinton pada pertemuan Ramadhan di Kementeriannya. "Di sisi lain, saya lega dan merasa didukung oleh kecaman atas tindakan tanpa hormat yang memalukan ini dari para pemimpin agama di Amerika, baik dari Kristen Evangelis, para Rabi Yahudi, juga dari pemimpin dunia dan orang-orang berpengaruh lainnya."
Rencana pendeta Jones telah memancing protes keras di Afghanistan. Jenderal Amerika Petraeus mengkhawatirkan keamanan tentaranya. Di Amerika Serikat sendiri sudah ada pembicaraan antara pemerintah dan pemimpin agama. Topik yang diangkat adalah peningkatan sentimen anti-islam di masyarakat menjelang peringatan serangan 11 September.