REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta Pemerintah Kota Bekasi dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk melakukan semua pendekatan, fasilitasi, dan langkah lain agar insiden penusukan dua pendeta dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Bekasi pada Ahad (12/9) lalu bisa segera tuntas.
Presiden menyampaikan hal itu di Kantor Presiden, Selasa (14/9), setelah menerima Menko Polhukam Djoko Suyanto, Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri, dan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Bahrul Hayat untuk menerima informasi perkembangan terakhir dari insiden tersebut. Presiden didampingi Mensesneg Sudi Silalahi dan Seskab Dipo Alam.
"Saya menggarisbawahi peran dari pemerintah daerah, dalam hal ini pimpinan pemda di Bekasi dan Jawa Barat. Lakukanlah semua pendekatan, fasilitasi, apapun agar ini bisa segera diselesaikan permasalahannya, ditemukan solusi dan jalan keluarnya," kata Presiden menegaskan.
Menurut Presiden, di negeri ini tidak ada masyarakat atau daerah yang tidak ada pemimpinnya. "Makin ke depan, makin cepat tahu, makin mengerti masalah yang dihadapi oleh masyarakatnya. Tampilah dengan sangat serius untuk mengatasi masalah ini," katanya. Presiden meminta hal yang sama kepada para tokoh agama.
"Saya juga mengajak para pemuka agama, PGI dalam hal ini, dan pemimpin yang lain berilah bantuan, lakukanlah kontribusi agar masalah ini segera dapat kita carikan solusinya dengan baik," kata Presiden.
Dalam kesempatan itu, Presiden juga menyampaikan kembali rasa keprihatinan atas insiden penusukan tersebut. "Secara garis besar, sebagaimana yang dilaporkan pada saya pagi ini adalah ada permasalahan berkaitan dengan tempat ibadah bagi jemaat HKBP," kata Presiden. Sebenarnya, lanjut Presiden, rumah yang dijadikan tempat ibadah oleh warga di kompleks perumahan itu selama 19 tahun telah diberikan toleransi untuk melakukan ibadah karena masyarakat berpedoman perumahan tentu bukan tempat ibadah.
Selama 19 tahun tidak ada masalah apa-apa. Namun, kata Presiden, ketika jemaat itu makin besar dan kegiatan ibadahnya makin intens, maka warga berpendapat sebaiknya dicarikan tempat lain untuk menjalankan ibadah itu. "Sampai titik itu sebenarnya tidak ada kekerasan apapun, yang diinginkan adalah sebuah solusi," kata Presiden.
Menurut Presiden, ternyata solusi juga tidak selalu mudah didapatkan, sehingga pemerintah daerah telah melakukan sejumlah langkah untuk mengatasi masalah itu, kenyataannya memang belum ditemukan solusi yang tepat. Pada tingkat pemerintah pusat sebenarnya sudah dilakukan pertemuan yang lebih terpadu.
"Sementara solusi yang diinginkan belum didapatkan, ketegangan masih ada, jemaat HKBP yang ada di situ memilih untuk beribadah di tempat tertentu. Ini ternyata juga masih menyisakan ketegangan, terjadilah insiden pada hari Minggu 12 September itu," kata Presiden.
Oleh karenanya, Presiden menilai masalah tersebut masalah yang sensitif dan cukup serius, maka pemerintah pusat maupun daerah perlu mengambil langkah-langkah lanjutan.
Presiden menginstruksikan agar langkah untuk mencari solusi dari perselisihan atau ketegangan seputar tempat ibadah bagi jemaat HKBP segera dapat ditemukan jalan keluar yang tepat dan bijak.
Presiden berharap para menteri terkait, Gubernur Jabar, Bupati Bekasi, pemuka agama, dan elemen-elemen yang lain untuk duduk bersama dengan jernih dan niat yang menemukan jalan keluar. "Bagaimana pun hukum perlu ditegakkan. Tidak ada ruang untuk melakukan kekerasan dari siapapun dengan motif apapun, apalagi menyangkut masalah yang sensitif, termasuk hubungan antarumat beragama di negeri kita," kata Presiden.
Apa yang sudah dilakukan pihak kepolisian, ujar Presiden, akan terus dijalankan untuk mengungkap, kemudian memproses hukum para pelaku dari kekerasan fisik itu.