REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA--Dalam menangani kasus Ciketing, semua pihak diimbau untuk berkepala dingin. Pemerintah juga dimimta tidak terjebak pada skenario yang disusun sekalangan pihak yang menghendaki pencabutan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) No 8 dan No 9 Tahun 2006 tentang izin pendirian rumah ibadah.
Hal ini disampaikan oleh Yudi Mulyana, mantan misionaris yang kini menjadi mualaf dan aktif dalam lembaga pembinaan mualaf ini. Menurutnya, PBM dua menteri itu masih relevan dipertahankan. Apalagi, katanya, PBM merupakan penyempurnaan SKB tiga menteri yang dulu juga pernah diributkan.
"SKB dulu dianggap cacat hukum karena dirancang tidak melibatkan semua unsur. karena itu SKB direvisi menjadi Peraturan Bersama Dua Mentri No 9 dan 8 Tahun 2006 yang melibatkan semua unsur," ujarnya. Menurutnya, ada pihak-pihak yang memang ingin mengacak-acak lagi aturan itu.
Menurutnya, dalam soal ibadah, sudah dijamin oleh UUD 45 pasal 29. "Tidak ada larangan untuk beribadah," ujar pria yang pernah memurtadkan puluhan orang di pantura Cirebon ini.
Namun dalam soal izin mendirikan rumah ibadah, katanya, ada proses dan aturan yang harus ditaati. "Ya adanya di PBM No 9 itu," ujar pria yang kini aktif berdakwah ini.
Menurutnya, dengan PBM itu, masyarakat merasa lebih mendapat perlindungan yg riil. Bahkan, katanya. tempat ibadat yang mempunyai nilai sejarah tapi belum memiliki IMB, pemerintah wajib memfasilitasi. "Perber itu sangat tegas mengatur kehidupan beragama. Kalau konsisten dilaksanakan tidak akan ada keributan," ujarnya.
Menurut Yudi, rumah ibadat harus didirikan ketika itu menjadi kebutuhan umat untuk beribadat di tempat tersebut. "Masalah yang kerap terjadi, banyak rumah ibadat dibangun bukan karena kebutuhan masyarakat di tempat tersebut, sehingga menciptakan konflik dengan masyarakat setempat," tambahnya.