Kamis 16 Sep 2010 03:20 WIB

Mahfud MD: Jangan Hapus SKB Pendirian Rumah Ibadah

Rep: Rosyid Nurul Hakim/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Rumah ibadah (Ilustrasi)
Rumah ibadah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, masih menilai penting keberadaan SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tahun 1969 tentang pendirian rumah ibadah. Keberadaan SKB itu bukan sekedar kebutuhan hukum tetapi demi ketertiban.

"Kalau meniadakan SKB bisa kacau balau. Negeri ini akan bikin hukum sendiri orang-orangnya," ujar Mahfud di gedung MK, Rabu (15/09). Jika kemudian timbul masalah seperti yang dialami oleh HKBP (Huria Kristen Batak Protestan), maka bukan keberadaan aturannya yang dipersoalkan. Tetapi yang perlu dilakukan adalah mengevaluasi isinya, apakah SKB yang keluar pada tahun 1969 itu masih cocok dengan kondisi masa kini.

Mahfud menjelaskan, bahwa dahulu ketika SKB itu muncul, kantung-kantung daerah dengan pemeluk agama tertentu jelas posisinya. Sehingga pengaturannya jauh lebih mudah.

Akan tetapi karena mobilitas sosial yang tinggi saat ini, maka ada kemungkinan sulit diatur dengan SKB tersebut. "Oleh sebab itu harus di evaluasi. Tapi bukan harus meniadakan SKB," katanya.

Menurut Mahfud, hukum biasanya memang disesuaikan dengan kebutuhan, waktu, dan perkambangan masyarakat. karena kondisi dan permasalahan masyarakatnya berbeda. "Mobilitas sosial sekarang menghendaki adanya pemikiran ulang terhadap isi, bukan terhadap keberadaan SKB. Tapi pemikiran ulang terhadap isi itu pun hanya untuk bagian-bagian tertentu," ujarnya.

Sementara, terkait kasus penusukan pendeta HKBP, Mahfud menyarankan tidak perlu ada proses duduk bersama untuk mencari solusi. "Langsung ditangkap orangnya dan diadili. Tidak ada solusi lain," tegasnya. Karena perbuatan tersebut sudah murni kriminal.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement