REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG--Perkembangan kasus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Ciketing, dianggap sudah melebar dari kasus itu sendiri. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Barat mengimbau agar kasus HKBP Ciketing tidak dipolitisasi dan didramatisasi pihak-pihak tertentu. “Saya melihat penanganan kasus ini sudah melebar. Sebagai negara hukum, biarkan kasus tersebut diselesaikan dan ditangani secara normatif,” ungkap Ketua FKUB Jabar, KH Hafidz Utsman, yang dihubungi Republika melalui saluran telepon, Rabu (22/9).
Menurut Hafidz, penyelesaian kasus HKBP Ciketing sudah melebar menjadi tuntutan untuk mencabut atau merevisi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) No 8 dan No 9 tahun 2006 yang mengatur tentang pendirian atau pembangunan rumah ibadah. Padahal, lanjutnya, kasus HKBP Ciketing merupakan kasus yang berbeda dengan PBM itu. “Kasus ini hanya tingkat lokal, tetapi malah didramatisasi hingga ke tingkat internasional,” ujarnya.
Ia mengimbau agar penyelesaian kasus HKBP Ciketing diserahkan kepada pihak yang berwajib. Ia juga menegaskan, agar kepolisian dapat mengusut tuntas peristiwa tersebut dan mengadili serta menghukum pihak-pihak yang bersalah, termasuk provokator yang sengaja memanasi situasi.
Rabu (22/9) pagi, ia mengaku baru saja melakukan pertemuan dengan FKUB Kota Bekasi. Dari pertemuan tersebut, fakta yang terungkap ternyata kasus ini bukanlah penyerangan atau penusukan seperti yang diberitakan akhir-akhir ini.
Ia memaparkan, kasus HKBP Ciketing murni karena terjadinya bentrok antar dua kelompok. Saat sekitar 200 orang jemaat HKBP Ciketing akan menuju ke lahan kosong yang kerap dijadikan tempat beribadah secara bersama-sama dan kemudian berpapasan dengan 10 orang masyarakat yang pulang dari Masjid. “Terjadilah bentrok, tidak ada pihak yang menganiaya dan dianiaya. Makanya kasus ini harus diselesaikan di pengadilan,” tegasnya.
Mengenai adanya usulan untuk merevisi dan bahkan mencabut PBM, ia menilai ada pihak-pihak yang mencoba mencampuradukkan kasus HKBP Ciketing dengan PBM. Ia juga mengimbau agar kelompok-kelompok politik tidak memperkeruh suasana dengan komentar-komentarnya di media massa.
Ia menambahkan, PBM tersebut tidak hanya dibuat oleh Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. Pasalnya, pada saat pembentukan PBM tersebut, sudah disepakati oleh semua unsur dan pimpinan umat beragama di Indonesia.
Jika ada pihak yang mengusulkan adanya revisi atau pencabutan PBM, sama halnya dengan melanggar kesepakatan bersama yang sudah terbentuk. Selain itu, pihak-pihak yang mengusulkan revisi atau pencabutan PBM, merupakan pihak yang tidak mengerti proses pembuatan PBM itu.“Jangan-jangan mereka yang mengkritik PBM malah tidak mengerti substansi dari peraturan itu sendiri,” imbuh pria yang juga menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar itu.
Selain itu, ia menganggap yang terpenting bukan melakukan revisi atau pencabutan PBM dalam penyelesaian kasus HKBP Ciketing. Akan tetapi adanya komitmen bersama antar umat beragama untuk melaksanakan dan mentaati peraturan tersebut. Toleransi antar beragama pun sangat berperan penting agar kasus yang sama tidak terulang di daerah lain.
Ia mengimbau agar jemaat HKBP Ciketing dapat menerima opsi yang ditawarkan Pemkot Bekasi. Menurutnya, opsi tersebut merupakan opsi terbaik dan tidak merugikan semua pihak. Ia juga mengingatkan agar tidak terjadi saling mencurigai antar umat beragama di Indonesia.“Pemerintah wajib melindungi seluruh umat beragama di Indonesia. Saya memang menyesalkan adanya upaya mempolitisasi kasus HKBP Ciketing,” pungkasnya.