REPUBLIKA.CO.ID,KABUL--Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pada Rabu menyatakan salah satu tentaranya tewas akibat serangan bom di Afghanistan selatan. Kematian itu menjadikan 531 jumlah tentara pimpinan NATO tewas dalam kekerasan terkait Taliban sepanjang tahun ini, kata hitungan kantor berita Prancis AFP berdasarkan atas laman mandiri icasualties.org.
Kematian tentara asing pada tahun ini adalah yang tertinggi sejak perang dimulai pada 2001, ketika pasukan pimpinan Amerika Serikat menggulingkan Taliban dari kekuasaan, karena melindungi pemimpin Al Qaida, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan 11 September di negara adidaya itu. Pada tahun lalu, 521 tentara asing kehilangan nyawa dalam perang tersebut.
Sekitar 150.000 tentara NATO dan Amerika Serikat bergerak di Afghanistan, menerapkan siasat menumpas perlawanan, yang dirancang untuk membalikkan kemenangan Taliban dan memungkinkan pasukan Amerika Serikat mulai mundur pada 2011. Sejumlah 2.099 tentara asing tewas di Afghanistan sejak serbuan pimpinan Amerika Serikat untuk menumbangkan pemerintah Taliban pada akhir 2001.
Dari jumlah itu, korban di kalangan tentara Amerika Serikat tercatat paling banyak, dengan 1.301 orang, diikuti Inggris dengan 337, Kanada (152), Prancis (49), Jerman (43), Denmark (36), Spanyol (30), Italia (29), Belanda (24), dan 98 sisanya dari negara lain. Peningkatan jumlah korban tewas menjadi berita buruk bagi Washington dan sekutunya, yang pemilihnya semakin putus asa oleh korban dalam perang di tempat jauh itu, yang tampak berkepanjangan dan tak berujung.
NATO menghadapi kemunduran besar di Afghanistan saat Gedung Putih memecat Jenderal Amerika Serikat Stanley McChrystal, yang mengecam presiden dan penasehat utama dalam wawancara dengan sebuah majalah. Perpecahan muncul di persekutuan 46 negara itu saat berusaha memadamkan perlawanan sembilan tahun Taliban, dengan utusan khusus Inggris memperpanjang cuti, korban meningkat dan laporan bahwa Amerika Serikat "tanpa sengaja" mendorong panglima perang.
Penarikan NATO dari Afghanistan akan bertahap dan tidak terburu-buru pada Agustus mendatang, kata panglima pasukan asing di sana, Jenderal Amerika Serikat David Petraeus, pada tengah September. Saat ditanya tentang tanggal keluar itu, Petraeus mengatakan kepada radio NPR bahwa gagasan tanggal di sana tidak baru, dengan menyebutkan kejadian masa lalu di Irak.
Tapi, gagasan Agustus 2011 sebagai waktu penarikan bukan "harga mati", tambahnya. Kepala NATO Anders Fogh Rasmussen dalam wawancara dengan surat kabar Spanyol terbitan pekan kedua September menyatakan bertekad mempertahankan pasukan sekutu di Afghanistan selama dibutuhkan dalam menyelesaikan tugasnya. "Kekalahan bukan pilihan, kami akan menang. Taliban tidak akan pernah menang dan tidak pula kembali berkuasa. Kami tidak akan mengizinkan Al Qaida berlindung di Afghanistan," kata surat kabar "ABC" mengutip keterangan Rasmussen dalam terjemahan bahasa Spanyol-nya.
Rasmussen juga menekankan bahwa pasukan Barat tidak akan ditarik dari Afghanistan pada 2011, namun secara bertahap mengalihkan tanggung jawab untuk menjaga keamanan kepada pihak Afghanistan jika keadaan memungkinkan. NATO mempertimbangkan pelatihan tentara dan polisi Afghanistan sebagai unsur penting sebelum pasukan asing itu pada ahirnya ditarik.