REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengusaha asal Medan Darianus Lungguk Sitorus dan pengacaranya Adner Sirait masing-masing dituntut hukuman enam tahun serta lima tahun. "Terdakwa satu dan terdakwa dua memenuhi seluruh unsur dalam dakwaan primer," ujar Koordinator Jaksa Penuntut Umum Agus Salim di Pengadilan Tipikor, Senin (4/10).
Selain itu kedua terdakwa dituntut membayar denda Rp 150 juta dan subsider enam bulan penjara. Menurut jaksa Nur Chusniah, Adner dan Sitorus terbukti melanggar dakwaan primer, yakni Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Bukti-bukti perbuatan mereka menguat dari rekaman sadapan KPK pada 29 Maret 2009 jam 08.59 WIB.
Pada rekaman berdurasi 14 menit itu, Adner menawarkan penyelesaian sengketa tanah pada DL Sitorus dengan meminta uang. "Kami yakin hukuman DL lebih berat karena perbuatannya seperti aktor utamanya karena terekam dan kami punya bukti," ujar Nur.
Tim JPU lainnya, Handarbeni Sayekti, Rachmad Supriyadie menilai, hal yang memberatkan perbuatannya karena tak mendukung program pemerintah memberantas korupsi. Apalagi profesi Adner sebagai penegak hukum tak mencerminkan perbuatannya. Sementara DL Sitorus pernah dihukum penjara sebelumnya. Sedangkan hal yang meringankan, mereka dinilai berlaku sopan selama persidangan dan punya tanggungan keluarga.
Menurut jaksa, perbuatan Sitorus dan Adner yang tak mendukung pembera. Apalagi, Sitorus pernah dihukum dalam perkara lain. Adapun hal yang meringankan, keduanya berlaku sopan di persidangan. Terutama Adner, dia mengakui perbuatannya. Penasehat hukum mereka, Otto Cornelis Kaligis, mengatakan akan menyampaikan pembelaan pada persidangan berikutnya. "Untuk Adner, selain pembelaan dari penasehat hukum, dia juga akan menyampaikan sendiri pembelaannya," katanya.
Dituntut enam tahun penjara, seusai sidang Sitorus tetap mengaku tak bersalah. "Saya tak mengerti mengapa saya dituntut," katanya. "Saya merasa tak bersalah," tambahnya. Sementara Adner tampak lunglai meninggalkan ruang sidang.
Ibrahim adalah hakim yang menangani perkara banding PT Sabar Ganda, perusahaan milik Sitorus, yang bersengketa dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta soal lahan di Cengkareng Barat. Adapun Adner adalah pengacara Sitorus. Ia menuturkan, sebelum Ibrahim dan Adner ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai serah terima duit di kawasan Cempaka Putih, Jakarta, pada 30 Maret lalu, sekitar sepekan sebelumnya mereka bertemu di kantor Ibrahim di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
Kepada Ibrahim, kata jaksa, Adner mengutarakan niatnya untuk membuat kontra memori banding terhadap perkara yang disengketakan. Menurut jaksa, saat itu Ibrahim mengatakan tak perlu membuat kontra memori banding sebab perkara itu ditangani dirinya. Ibrahim bahkan meminta sejumlah duit sebagai imbalan.
Pada 29 Maret, atau sehari sebelum disergap KPK, Adner menghubungi Sitorus, menyampaikan kesepakatannya dengan Ibrahim. Menurut jaksa, Sitorus menyetujui kesepakatan itu dan meminta Adner mengambil duit dari notaris kepercayaannya, Yoko Verra Mokoagow. Keesokan harinya, pada 30 Maret, Adner menemui Ibrahim di kantornya, di Cikini, Jakarta.
Setelah menyepakati penyerahan duit dilakukan di luar kantor, mereka lantas meninggalkan gedung pengadilan dengan menunggangi mobil masing-masing menuju kawasan Cempaka Putih. Di sanalah duit diserahkan. Petugas KPK yang menguntit sebelumnya kemudian menangkap Ibrahim tak jauh dari lokasi penyerahan duit. Adapun Adner ditangkap di Pengadilan Negeri Jakarta Timur hampir dua jam berselang.