REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menyatakan, penundaan kepergian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Belanda merupakan preseden buruk.
Preseden buruk kata Hikmahanto, tidak hanya bagi SBY namun juga bagi mereka yang nantinya menjabat kepala negara Indonesia di kemudian hari. “Ini preseden buruk,” kata Hikmahanto, lewat surat elektroniknya, Selasa (5/10).
Pemberontak (RMS), menurut Hikmahanto, telah sukses mencegah kunjungan resmi SBY ke Belanda. Cara-cara yang dilakukan RMS dengan menggugat SBY atas dugaan kasus pelanggaran HAM ke pengadilan, kata Hikmahanto, akan digunakan terhadap kepala-kepala negara yang lain.
Para pemberontak saat ini, lanjut Hikmahanto, tidak lagi menggunakan kekerasan tetapi menggalang simpati, menggunakan proses hukum dan cara lain yang bersifat non-kekerasan dalam memperjuangkan ide-idenya. Hikmahanto menambahkan , yang dihadapi saat ini bukanlah Pemerintah Belanda melainkan RMS.
Karenanya, sulit untuk bisa memahami argumen SBY yang mengatakan penundaan dalam rangka menjaga martabat Indonesia. Hikmahanto yakin, jika SBY tetap berkunjung dan terjadi sesuatu secara hukum maka yang dipermalukan adalah pemerintah Belanda.
Publik Indonesiapun akan membela Presiden yang telah diperlakukan tidak layak oleh Pemerintah Belanda. “Oleh karena itu tidak seharusnya SBY melakukan penundaan,” tegas Hikmahanto.