REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG--Harian utama Belanda, de Volskrant, mempertanyakan pembatalan kunjungan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, ke negeri kincir angin itu. Mereka juga menengarai ada komunikasi yang tidak lancar antara Den Haag dan Jakarta.
"Sayang sekali. Pembatalan itu sangat disesalkan," tutur mantan menteri luar negeri Belanda, Ben Bot, Selasa (5/10), sebagaimana dimuat di media itu.
Koran itu juga menggambarkan, SBY sudah naik ke pesawat yang akan membawanya ke Belanda namun di saat terakhir memutuskan untuk mendengar saran Dubes RI untuk Belanda, JE Habibie. Harian itu pun mempertanyakan apakah ada komunikasi yang tidak lancar antara Den Haag dan Jakarta. Serta mengapa situasi politik yang tidak nyaman ini tidak bisa dihindari.
Meski masih terdapat ribuan keturunan Maluku yang bermukim di Belanda, namun di negara tersebut kelompok RMS hanya mendapat simpati dari segelintir keturunan warga Maluku di sana. Mereka pun sudah lama tidak menuntut kemerdekaan dari Indonesia.
Bot telah berbicara dengan duta besar Indonesia pada Senin malam waktu setempat dan menyadari sensitivitas isu ini bagi Presiden SBY. Iap un mengaku bisa memahami keputusan yang akhirnya diambil presiden.
"Karena posisinya (sebagai presiden), ia tidak bisa menjelaskan kepada media lokal di Indonesia dan politisi, mengapa ia mesti mengunjungi sebuah negara yang ia adalah subyek hukum. Akan sangat memalukan baginya," tutur Bot sebagaimana dikutip media itu.
Ia menganggap bahwa ulah 'sekelompok agitator' untuk memperoleh surat perintah penangkapan amat wajar jika tidak bisa diterima oleh masyarakat Indonesia. Padahal, seharusnya Indonesia tidak perlu khawatir bahwa Belanda akan mengeluarkan surat perintah penahanan.
Pemerintah Belanda telah mengetahui adanya segelintir pengikut RMS serta kelompok afiliasinya akan mendemo Persiden SBY saat menginjakan kaki di Den Haag. "Pemerintah Belanda juga mesti mehamai isu Wilders itu sensitif di Indonesia. Kita perlu menekankan, bahwa Belanda tetap menghormati hak-hak dasar dan konstitusi dan bahwa kebebasan agama tidak bisa ditawar-tawar," papar Bot.