Selasa 19 Oct 2010 00:54 WIB
Rep: Agung Sasongko/ Red: Sadly Rachman
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah meminta pejabat negara untuk tidak menerima parsel atau uang pelicin --amplop-- yang diberikan oleh pihak tertentu demi kelancaran proyek atau pekerjaan pihak lain tersebut. KPK beralasan penerimaan paket pemulus atau pelicin itu dikhawatirkan menjadi budaya negatif. Artinya, sang pejabat tak akan mau bekerja optimal bila tidak menerima imbalan dari rekanan atau masyarakaat yang harus dilayaninya. Padahal, pejabat negara atau pegawai tersebut digaji untuk kepentingan melayani kebutuhan publik. Alasaan KPK memang masuk akal. Pasalnya, dalam ruang lingkup yang lebih kecil, uang pemulus ini acap kali menjadi senjata untuk menggolkan sebuah tujuan.
Ihwal tradisi uang pemulus, tak jarang masyarakat yang menganggap pemberian uang itu sebagai sesuatu yang biasa. Bahkan ketika kenaikan kelas, tak sedikit orang tua yang menitipkan 'amplop' kepada wali kelas untuk sekadar ucapan terima kasih. Niat untuk memberi memang dianjurkan dalam Islam. Akan tetapi jika pemberian itu berujung pada bobroknya mental masyarakat tentu akan jadi masalah.
Lantas bagaimana Islam menyikapi hal itu? Apakah Islam mengizinkan seorang Muslim menerima pemberian yang pada akhirnya menciptakan mental yang buruk? Berikut penuturan ustadz Muchsini kepada republika.co.id, beberapa waktu lalu.
Courtesy by Youtube
Foto: vivanews.com