REPUBLIKA.CO.ID,AKARTA - Pemerintah merasa perlu memperkuat peran Gubernur sebagai kordinator penanganan konflik di daerah. Hal itu dilakukan melalui penyempurnaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi.
Penguatan peran itu merupakan hasil dari Rapat Kerja Gubernur seluruh Indonesia yang digelar di Makassar 19 sampai 20 Oktober yang lalu. Pemerintah memang sedang merencanakan perbaikan susbtansi regulasi PP Nomor 19 Tahun 2010 itu.
"Presiden mengatakan gubernur harus cepat mengambil inisiatif sebagai kordinator," ujar Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, di Jakarta, Kamis (21/10). Ketika terjadi gesekan di daerah, gubernur tidak bisa hanya menunggu saja. Tetapi harus langsung berkordinasi dengan instansi terkait seperti Pangdam, Kapolda, atau pihak lain melalui Forkominda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah).
"Gubernur mengambil inisiatif untuk berkordinasi dengan yang lain. Bukan di bawah komando gubernur tapi hanya mengkordinasikan saja," kata Gamawan. Dengan adanya penguatan tersebut, gubernur diharapkan bisa tanggap dan sigap serta tidak meremehkan konflik yang terjadi di daerahnya. Sehingga konflik tersebut tidak meluas.
Contoh nyata keberhasilan dari kordinasi itu adalah pada konflik di Tarakan, Kalimantan Timur beberapa waktu yang lalu. Kordinasi gubernur dan kepolisian ketika itu bisa mencegah adanya mobilisasi massa dari Sulawesi Selatan yang kabarnya berlayar ke Tarakan. Konflik tersebut juga pada akhirnya bisa berakhir dengan damai.
Selain itu, dalam hal penanganan konflik, gubernur juga diminta memantapkan peran Bupati, Walikota, Camat, Kepala Desa, Lurah, Satuan Polisi Pamong Praja, dan Satuan Perlindungan Masyarakat. Serta perlu adanya peningkatan peran aktif masyarakat melalui lembaga kemasyarakatan seperti Komunitas Intelejen Daerah (Kominda), Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKUB), dan Forum Pembauran Kebangsaan (FKB).