REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Seorang pria berkewarganegaraan Malaysia ditangkap petugas Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan pada Kamis (20/10) kemarin. Pria yang diketahui bernama Moh Nawawi (40 tahun) tersebut ditangkap karena membawa 6.980 detonator di Kapal Motor (KM) Cateleya Express.
ur
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulawesi Selatan, Kombes Pol Heri Subiansori mengatakan Nawawi ditangkap sesaat setelah turun dari Kapal di Pelabuhan Nusantara, Pare-Pare. Ribuan detonator tersebut, ujarnya, disimpan dalam kardus.
Dalam smsnya kepada wartawan, Heri merinci ribuan detonator itu yakni dari 70 dus berisi masing-masing 100 detonator. Sedangkan satu dus lainnya berisi 80 detonator. ”Seluruh detonator itu disimpan dalam karton sirup," tulis Heri pada Kamis (21/10).
Nawawi sendiri diketahui melakukan perjalanan dari Nunukan, Kalimantan Timur. Petugas yang curiga terhadap gelagat salah seorang penumpang kapal KM Cateleya Express menggeladah kapal tersebut. Polisi kemudian mengamankan Nawawi bersama dengan barang bukti kemudian di Mapolres Pare-pare, Sulawesi Selatan untuk diperiksa lebih lanjut.
Meski membawa detonator, Heri belum dapat memastikan apakah Nawawi merupakan anggota jaringan teroris atau tidak. Akibat perbuatannya, Nawawi terancam hukuman lima tahun penjara karena melanggar pasal 1 ayat 2 tentang Undang-Undang Darurat No 12 tahun 1952 tentang kepemilikan senjata.
Dari pengakuan Nawawi, Heri menjelaskan ribuan detonator itu diselundupkan dari Tawau, Malaysia. Nawawi, ungkapnya, menggunakan speed boat ke pelabuhan Nunukan, Kalimanatan Timur, lalu kemudian dibawa ke Pare-pare. Nawawi pun, jelasnya, sempat menyanggah bahwa detonator tersebut merupakan miliknya. ”Detonator ini bukan milik saya. Saya hanya ingin mengantarkan ke pemilikya yang berada di Makassar untuk dirakit menjadi bom ikan,” tulis Hery menirukan ucapan Nawawi.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Iskandar Hasan mengaku akan menyelidiki lebih jauh temuan ribuan detonator di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. ”Nanti saya cek dulu, kalau Pare-pare memang dari dulu yah, karena itu dipakai untuk bom ikan,” ujarnya.
Penyelidikan itu untuk mengetahui apakah seluruh rangkaian elektronik pembuat bom itu dijual ke teroris atau hanya untuk bom ikan. Menurut Iskandar, meski hanya untuk bom ikan, detonator tersebut tidak boleh digunakan.