Sabtu 23 Oct 2010 20:09 WIB

Pengakuan Supir Buldozer Pelindas Rachel Corrie

Rachel Corrie sesaat sebelum ditabrak buldozer
Rachel Corrie sesaat sebelum ditabrak buldozer

REPUBLIKA.CO.ID, HAIFA--Sidang pengadilan kedua terkait kasus pembunuhan Rachel Corrie, kembali digelar di kota Haifa, Palestina pendudukan. Hal yang istimewa dalam sidang kali ini adalah kehadiran supir buldozer pembunuh Corrie. Akan tetapi, ia hadir tanpa diketahui.

Dalam kesaksiannya, supir buldozer mengaku tidak tahu dirinya melindas Corrie. Ia baru melihat Corrie saat dikeluarkan dari bawah buldozer.

Kepada supir buldozer, pembela hukum keluarga Corrie menanyakan, "Mengapa kamu tetap melanjutkan pengrusakan rumah di saat sejumlah pihak di lapangan menahan upaya pengrusakan itu?"

Dalam menjawab pertanyaan itu, supir buldozer itu mengatakan, "Saya hanya seorang prajurit yang menjalankan perintah dari komandan. Saya melaporkan kondisi kepada komandan, dan ia menginstruksikan untuk terus melanjutkan perusakan."

Corrie adalah aktivis muda yang berjuang keras untuk membebaskan Gaza dari cengkeraman rezim zionis Israel. Corrie meninggal pada usia 23 tahun pada 16 Maret 2003 karena dilindas buldozer Israel. Saat itu, dia berupaya menghentikan penggusuran paksa rumah milik warga Gaza oleh Israel.

Untuk menghindari penggusuran, perempuan asal Washington itu pun pasang badan. Langkah ini pun harus dibayar mahal. Buldozer Israel kemudian menabrak dan melindasnya berkali-kali. Tubuh Corrie pun hancur. Dia menjadi martir bagi perjuangan membela Gaza.

Setelah menamatkan SMA, Corrie kemudian melanjutkan studinya ke The Evergreen State College. Di sinilah dia kemudian bergabung dengan gerakan kemanusiaan bernama Olympia Movement for Justice and Peace. Dari situ, dia lantas masuk International Solidarity Movement (ISM).

ISM didirikan tahun 2001, dan menjaring manusia dari berbagai penjuru dunia untuk menjalankan aksi damai melawan kekejaman zionis Israel. Gerakan ini berupaya untuk menekan Israel dan tentaranya supaya menghentikan penjajahan terhadap Palestina.

Untuk melancarkan aksinya, Corrie, kemudian berangkat ke Rafah di Jalur Gaza pada tahun 2003 dan mengikuti pelatihan selama dua hari untuk menjalankan aksi damai. Begitu menyaksikan banyaknya rumah warga Palestina yang dihancurkan Israel, dia sangat geram. Dia juga menyaksikan betapa setiap hari warga Palestina dibunuh oleh Israel.

Corrie merekam semua kejadian ini dalam email yang dikirimkan kepada keluarganya di Washington. "Wahai kawan dan keluarga, saya sudah dua pekan satu jam di Palestina. Saya masih kesulitan berkata-kata untuk bisa menggambarkan kondisi yang saya lihat di sini. Sungguh ini kondisi paling sulit buat saya untuk memikirkannya sambil duduk dan menuliskan kembali setelah berada di Amerika," begitu bunyi salah satu email Corrie yang dikirim 7 Februari 2003.

 

sumber : IRIB
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement