Rabu 03 Nov 2010 23:35 WIB
Rep: Agung Sasongko/ Red: Sadly Rachman
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pagi hari itu, suasana pasar ramai dengan hilir mudik konsumsen yang hendak berbelanja beberapa kebutuhan pokok. Terdengar jelas suara tawar-menawar antara pedagang dengan langganannya. "Gak bisa kurang bang, saya beli banyak lho," kata konsumen. Lalu dibalas segera oleh sang pedagang, "Yah Ibu, saya hanya mengambil untung sedikit." Begitulah kira-kira percakapan yang sering terekam dalam proses jual-beli.
Berbicara tentang jual-beli, marilah kita tengok sang junjungan Nabi Muhammad SAW yang merupakan pedagang andal. Setiap kali beliau berdagang, barang dagangan yang dibawa selalu ludes. Keuntungan yang didapat pun bertambah. Menurut cerita sejarah, kiat jitu keberhasilan Rasullah berdagang adalah kejujuran.
Pertanyaannya, apakah jual-beli di era modern ini masih mengutamakan kejujuran?. Tentu saja masih namun tak sedikit pula yang berbohong. Alasan pedangan berbohong kebanyakan karena setiap barang yang dijual selalu saja ditawar serendah-rendahnya oleh konsumen. Oleh karena itu, biasanya seorang sales selalu menaikkan harga melebihi harga perusahaan. Sales pun terpaksa berbohong karena kalau tidak sulit sekali untuk membujuk seseorang membeli barang yang ditawarkan.
Harga murah belum tentu dibeli, harga murah pun belum tentu tidak ditawar lagi. Itulah prinsip yang biasanya dipegang oleh seorang sales. Lantas bagaimana Islam memandang hal itu? Berikut pandangan Ustadz Muchsini kepada republika.co.id beberapa waktu lalu. ( Video )
Courtesy by Youtube, sar-rahmah.blogspot.com