Kamis 04 Nov 2010 04:00 WIB

Polri Bantah Endapkan Kasus Arowana

Rep: A.Syalaby Ichsan/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kasus dugaan penggelapan modal usaha PT. Salmah Arowana Lestari (SAL) yang sudah dinyatakan lengkap sejak 29 Januari 2010 lalu oleh kejaksaan menjadi pertanyaan. Pasalnya, hingga saat ini belum ada pelimpahan tahap ke dua (bukti dan tersangka) dari penyidik Bareskrim Mabes Polri ke Kejaksaan Agung.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Iskandar Hasan pun berjanji akan mengecek kepada penyidik yang bersangkutan. Namun, menurutnya, secara normatif jika berkas sudah dinyatakan P21 maka harus dilakukan pelimpahan tahap kedua agar segera dapat maju ke pengadilan.

"Saya belum tahu. Nanti saya lihat dulu. Harusnya kalau sudah P21 tidak ada alasan untuk menahan kasus. Harus diserahkan ke pengadilan," jelas Iskandar di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (3/11).

Menanggapi soal pernyataan Haposan Hutagalung yang mengungkap bahwa terdapat intervensi petinggi Polri dalam kasus tersebut, Iskandar mempersilakan untuk mengungkap hal itu di pengadilan. Menurutnya, Polri akan menindak sesuai prosedur yang berlaku. "Silakan saja yang ada dibalik itu. Yang salah-salah yang benar-benar. Kita normatif saja nggak usah macam-macam," jelasnya.

Sebelumnya, penyidik Direktorat 1 Kamtrannas Bareskrim Mabes Polri, AKBP Juliartus Nugroho mengaku bahwa berkas atas tersangka Anuar Salma alias Amo sebenarnya sudah P21 sejak 29 Januari kemarin. Namun hingga saat ini, Juliartus menjelaskan belum ada pelimpahan tahap ke dua atas perkara tersebut.

Satu bulan kemudian, Juliartus mengatakan ketika akan dilakukan pelimpahan tahap kedua, berkas ternyata belum bisa dilimpahkan karena tersangka sedang sakit jantung. Setelah Anur Salma sembuh, lanjutnya, penyidik berusaha melimpahkan berkas tersebut ke kejaksaan (pelimpahan tahap kedua).

"Namun jaksa belum lengkap," ujarnya ketika sidang saat bersaksi pada sidang terdakwa Susno Duadji di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (2/11) kemarin.

Kuasa hukum Susno Duadji, Henry Yosodiningrat menanyakan pernyataan Yuliardus tersebut. Namun, Juliartus hanya menjawab penyidik menerima surat dari kejaksaan bahwa sudah 70 hari berkas sudah dinyatakan lengkap. Henry pun mempertanyakan pernyataan tersebut. "Kenapa pelimpahan tahap ke-2 belum dilakukan padahal sudah hampir satu tahun dinyatakan lengkap atau P21," ujarnya.

Lebih lanjut, ungkap Henry, keterangan soal adanya surat dari jaksa bahwa sudah 70 hari masa penahanan tersangka perlu diserahkan berarti bukan menolak. Ia mempertanyakan mengapa penyidik tidak merespons hal tersebut dan memilih bersikap diam. "Makanya hakim menilai. berkas itu masih dipegang sama dia," jelasnya.

Henry menduga belum dilimpahkannya berkas tersebut karena ada usaha untuk menutupi rekayasa atau mafia lain yang dapat terbongkar jika kasus ini terungkap. "Jadi rekayasa ini semakin terbuka justru mereka khawatir kalau itu dilimpahkan ada rekayasa lain atau mafia lain yang terbongkar disitu, sudah setahun lebih berkas ini belum dilimpahkan," ujarnya.

Dalam sidang yang sama, Haposan Hutagalung sempat mengatakan bahwa terdapat konflik internal di pimpinan Polri yang menyebabkan tersendatnya kasus PT. SAL tersebut. Faktanya, ujar Haposan, hingga tiga kali direktur 1 (kamtrannas) berganti perkara tersebut masih belum dihadapkan juga ke pengadilan.

Eks pengacara Hoo Kian Hwat tersebut menjelaskan pejabat tersebut merupakan backing dari Anuar Salma. Namun, jelas Haposan, pejabat itu sudah tidak aktif lagi. Anuar Salma menjadi tersangka atas kasus penggelapan modal usaha PT SAL 2008. Saat itu, Haposan adalah kuasa hukum Ho Kian Hwat, seorang investor yang melaporkan Anuar Salmah alias Amo (pemilik SAL) ke Bareskrim karena diduga telah menggelapkan modal usahanya untuk penangkaran ikan arwana.

Haposan berharap pemberian sesuatu atau janji itu dapat mempercepat tindak lanjut laporan kliennya. Untuk berhubungan dengan Susno, Haposan menggunakan Sjahril Djohan sebagai perantara yang ia ketahui sebagai teman dekat Susno.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement