REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--PT Pfizer Indonesia telah mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas keputusan KPPU tertanggal 27 September 2010 mengenai tuduhan pelanggaran persaingan usaha, terkait obat hipertensi amlodipine besylate.
"Sesuai dengan UU no 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, kami mengajukan keberatan karena kami yakin tidak melakukan hal-hal yang dituduhkan dan tidak melanggar UU no 5/1999," kata pengacara Pfizer Indonesia, Ignatius Andy, di Jakarta, Kamis (4/11).
Iqnatium Andy mengatakan keberatan telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri pada Rabu (3/11). Sementara salinan keputusan KPPU telah dterima pada 18 Oktober 2010, sehingga keberatan paling lambat diserahkan pada Kamis. Berdasarkan UU No 5/1999 pasal 44 ayat 2, pelaku usaha berhak mengajukan keberatan dalam waktu 14 hari kerja sejak menerima pemberitahuan putusan.
Menurut Ignatius Andy, tuduhan seperti ini kurang baik untuk pertumbuhan ekonomi negeri ini. "Dalam usaha meningkatkan investasi dan perekonomian, kepastian hukum adalah mandatori dan syarat utama. Inilah yang perlu kita tegakkan," katanya.
Sementara Public Affairs and Communication Director Pfizer Indonesia Chrisma A Albandjar, menegaskan Pfizer Indonesia selalu berkomitmen untuk menaati peraturan dan ketentuan dan juga etika bisnis dalam menjalankan usaha kami di Indonesia. "Kami percaya bahwa dengan bersikap patuh dan taat, bisnis kami dapat terus berlanjut dan memberi nilai yang baik bagi para pemangku kepentingan, termasuk masyarakat di Indonesia," tandasnya.
Sebelumya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) , Sofjan Wanandi menyatakan, keputusan yang dilahirkan KPPU melampaui kewenangannya dan justru menimbulkan dampak negatif bagi iklim investasi. Saat acara diskusi 'Fair Competition and Acceleration of Economic Development' Sofyan Wanadi juga meragukan KPPU memiliki latar belakang atau background pengetahuan yang cukup untuk memutuskan persoalan kartel.
"KPPU seharusnya lebih berhati-hati, jangan sampai berlebihan. Istilah persaingan juga harus ditinjau ulang. Itu konotasinya negatif," katanya.
Padahal, penerapan kebijakan dan hukum persaingan yang tepat maka akan menghasilkan tingkat efisiensi yang lebih baik, produktifitas yang lebih besar dan alokasi sumber-sumber yang lebih sesuai serta distribusi yang lebih merata serta membuka peluang lebih besar bagi lahirnya inovasi.
Menurut Sofyan Wanandi, pendapat bagi sebagian orang yang menilai negatif terhadap kompetisi memang tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, harus ada produk hukum ataupun aturan-aturan hukum yang mensosialisasikan kebijakan persaingan maupun penerapannya.