Jumat 05 Nov 2010 03:08 WIB

Partai Besar Dituding Kondisikan Buntunya Revisi UU Pemilu

Rep: Andri Saubani/ Red: Djibril Muhammad
Pemilu
Pemilu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-–Buntunya (deadlock) penyusunan draf revisi Undang-undang (UU) No 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dinilai sebagian kalangan sengaja dikondisikan oleh partai-partai besar yang telah mapan. Tujuannya, proses legislasi yang tersendat di DPR akan berdampak pada kekacauan persiapan penyelenggaraan Pemilu 2014.

"Tentunya partai politik besar yang sudah mapan siap dengan format penyelenggaraan pemilu apapun," kata peneliti dari Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Very Junaidi, dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis (4/11).

Menurut Very, kondisi yang ada saat ini mirip dengan masa jelang Pemilu 2009. Saat itu, kata Very, molornya pengesahan UU Penyelenggara Pemilu berdampak pada kualitas Pemilu 2009. Ketidaksiapan penyelenggara pemilu akibat keterbatasan waktu persiapan menjadi keuntungan partai-partai besar, namun merugikan partai kecil dan partai yang baru terbentuk.

Very mempertanyakan komitmen awal partai-partai besar yang berniat menuntaskan pembahasan revisi UU Penyelenggara Pemilu agar KPU dapat terbentuk pada 2011. Sebagai latar belakang, pada 26 Oktober 2010 lalu, Komisi II DPR menghentikan penyusunan draf revisi UU tentang Penyelenggara Pemilu.

Fraksi-fraksi di Komisi II DPR menemui kebuntuan soal keanggotaan penyelenggara pemilu. Fraksi-fraksi selain Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Amanat Nasional menginginkan kader suatu partai politik dapat menjadi anggota KPU. Buntunya penyusunan draf revisi UU Pemilu mengakibatkan Komisi II DPR mengalihkan perhatian kepada penyusunan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Kepegawaiaan.

Selain itu, koalisi LSM yang terdiri dari KRHN, Cetro, Formappi, IPC, KIPP, Perludem, SPD, Sigma, Fitra, Lima dan PSHK meluncurkan petisi yang mengajak masyarakat menolak kalangan partai politik menjadi penyelenggara pemilu. "Siapapun yang menolak parpol menjadi penyelenggara pemilu dapat mengisi petisi tersebut," kata peneliti Cetro, Nindita, Pramastuti.

Petisi yang terkumpul, kata Nindita, nantinya akan diserahkan Komisi II DPR sebagai bukti penolakan masyarakat terhadap keterlibatan parpol dalam penyelenggaraan pemilu. Penyeberan petisi akan memanfaatkan jaringan lembaga swadaya masyarakat di daerah dan juga kalangan kampus.

Wasekjen KIPP Indonesia, Jojo Rohi, menambahkan, parpol tidak dapat masuk menjadi penyelenggara pemilu. Ibarat sebuah pertandingan, kata Jojo, seorang pemain tidak bisa merangkap sebagai wasit sekaligus. "Pengalaman Pemilu 2009 membuktikan kekacauan penyelenggaraan pemilu di mana anggota parpol masuk sebagai penyelenggara pemilu," kata Jojo.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement