REPUBLIKA.CO.ID, AMBON--Jenazah Des Alwi, sejarawan yang meninggal dunia Jumat (12/11) dinihari, akan dimakamkan di daerah kelahirannya, di Pulau Banda, Maluku Tengah. "Jenazah Des Alwi akan dibawa pulang untuk dimakamkan di Pulau Banda," kata rekan Des Alwi, Din Kelilauw, di Ambon, mengutip keterangan dari keluarga sejarawan yang juga dikenal sebagai "Raja Banda" tersebut.
Jenazah Des Alwi untuk sementara disemayamkan di rumah duka, Jalan Biduri, Blok N 1/7, Permata Hijau, Jakarta. Des lahir di Banda Naira, 17 November 1927. Semasa hidup, Des Alwi dianugerahi penghargaan Bintang Pejuang 45, Bintang Pejuang 50, dan Bintang Mahaputra Pratama 2000.
Sebelumnya, sejarawan nasional itu, meninggal dunia pada Jumat dini hari sekitar pukul 05.00 WIB di Jakarta. "Saya tadi mendapat kabar dari ajudan Bapak Try Soetrisno (mantan Wapres) dan saya akan menuju ke rumah duka," kata anggota Eminent Persons Group (EPG) Indonesia-Malaysia, Musni Umar.
Dirinya belum bisa mengetahui secara pasti penyebab meninggalnya Des Alwi dan dirinya saat ini sedang menuju rumah duka. "Pak Des Alwi bersama saya sama-sama duduk sebagai anggota EPG, sehingga saya cukup dekat dengan beliau," katanya.
Des Alwi lahir di Banda Naira, 17 Nopember 1927. Di Jakarta, ia terkenal sebagai pelobi tingkat tinggi dan simbol masyarakat Banda. Sebagian orang menilai, kepiawaian Des Alwi dalam hal melobi, hingga mendapat julukan pelobi tingkat tinggi, dari petinggi nasional hingga internasional.
Itu salah satunya hasil dari kebiasaannya bergaul dengan tokoh-tokoh tahanan politik yang dibuang ke Banda. Des banyak belajar dari dr Tjipto Mangunkusumo yang disebutnya sebagai Oom Tjip, Dr Muhammad Hatta yang dipanggilnya sebagai Oom Kaca Mata, Sjahrir sebagai Oom Rir, Mr Iwa Kusumah Sumantri, dan beberapa anggota Sjarikat Islam Indonesia lainnya.