Kamis 18 Nov 2010 21:52 WIB

Adakan Referendum, Madagaskar Diancam Pemberontakan

REPUBLIKA.CO.ID, ANTANANARIVO--Satu kelompok perwira senior militer, Rabu (17/10) mengumumkan pengambilalihan kekuasaan di Madagaskar, ketika pulau melakukan referendum rancangan konstitusi baru. Tapi kepemimpinan militer negara itu berjanji untuk menghancurkan setiap pemberontakan.

"Jika ada pemberontakan, kami harus campur tangan. Kami tidak dapat berunding dengan seseorang yang memberontak," kata Jendral Polisi Militer, Andrianazary, kepada Reuters melalui telpon setelah pertemuan darurat para pemimpin penting militer di kantor perdana menteri.

Sebelumnya, di sebuah barak di dekat bandara di pinggiran ibukota, pemberontak yang dipimpin Kolonel Charles Andrianasoavina mengatakan "dewan militer untuk kesejahteraan rakyat" telah dibentuk untuk memerintah pulau terbesar keempat di dunia itu. Kolonel Andrianasoavina adalah salah seorang pendukung utama pengambilalihan kekuasaan oleh Andry Rajoelina, Maret tahun lalu, ketika ia menggulingkan presiden Marc Ravalomanana.

Pejabat senior lain di belakang Presiden Rajoelina ketika itu berada satu kubu dengan pemberontak tersebut. Militer negara itu telah menderita karena perselisihan sejak kudeta 2009. Satu kelompok polisi militer pembangkang merebut kekuasaan di sebuah kamp militer pada Mei lalu, sebelum dibatalkan oleh pasukan keamanan.

Seorang saksi Reuters mengatakan keadaan tenang di luar istana presiden di pusat kota itu. Beberapa anggota pasukan keamanan berada di jalan mengawasi pemilihan dalam referendum konstitusi itu, yang tampaknya sebagai uji coba bagi kepercayaan pada kepemimpinan Rajoelina.

Perdana Menteri, Jendral Camille Vital, diperkirakan akan membuat pernyataan tak lama lagi.

Para pemilih telah menyampaikan suara mereka di lebih dari 18.000 tempat pemungutan suara yang secara umum damai, meskipun beberapa orang mengadukan mereka tidak ada dalam daftar pemilih.

"Saya baru saja memilih karena saya ingin melihat perubahan terjadi di pemerintahan. Jika saya tidak memilih, maka tidak akan ada perubahan. Apakah anda memilih 'ya' atau 'tidak', anda telah di jalan anda untuk menemukan solusi," kata Aha Randriamahefa di ibukota.

Boikot oposisi

Pembatalan Konstitusi

Rajoelina telah membatalkan konstitusi lama setelah menggulingkan Ravalomanana yang tidak populer dengan dukungan militer. Pembatalan itu menciptakan kekacauan di pulau yang diincar oleh investor asing karena cadangan minyak, nikel, kobalt dan uraniumnya.

Para mediator internasional menjadi penengah serangkaian perjanjian pembagian kekuasaan antara Rajoelina, Ravalomanana dan dua lagi bekas presiden. Tapi pembicaraan itu semua macet karena percekcoban mengenai alokasi jabatan-jabatan kementerian. Ketiga kelompok oposisi penting itu, masing-masing dipimpin oleh bekas presiden, memboikot referendum.

Rajoelina, pemimpin termuda Afrika, naik ke kekuasaan dalam gelombang dukungan rakyat, memanfaatkan kemarahan meluas karena gaya kepemimpinan otokratis Ravalomanana yang meluas. Tapi beberapa pengamat mengatakan kegagalan Rajoelina untuk mengakhiri pertengkaran kepemimpinanya dan melaksanakan janji populisnya yang dibuat saat kampanye untuk menjatuhkan Ravalomanana telah mengurangi popularitasnya.

Ketegangan meningkat di ibukota menjelang referendum itu, dengan bentrokan sporadis antara polisi dan pendukung oposisi setelah pemerintah melarang pertemuan umum. Bagaimanapun, mereka mengatakan kedatangan pemilih yang rendah, khususnya di ibukota, akan menjadi pukulan bagi Rajoelina dan hanya menghasilkan sedikit untuk membuang keraguan mengenai keabsahan pemerintahnya.

"Saya tidak memilih. Apakah pilihan 'ya' atau 'tidak' yang menang, tetap tidak ada yang akan berubah dan krisis akan berlajut," kata pendukung oposisi Michel Andrianirina.

sumber : Ant
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement