Ahad 21 Nov 2010 09:35 WIB

UU Perlindungan TKI Perlu Direvisi

Rep: Rosyid Nurul Hakim/ Red: Arif Supriyono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayat, melihat kejadian yang menimpa Sumiyati di Arab Saudi merupakan puncak dari gunung es kekerasan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Kasus itu terjadi karena dampak dari sistem kebijakan Indonesia yang lemah soal TKI.

"Instrumen hukum yang kita miliki terbukti tidak bisa melindungi TKI," ujar Anis, Sabtu (20/11). Menurut dia perangkat Undang Undang (UU) tentang TKI tidak bisa mencegah ataupun mengatasi persoalan yang terjadi. Lantaran itu, persoalan yang sama, yaitu kekerasan dan penganiayaan, terus berulang.

Selama ini, dari tahun ke tahun, terlihat adanya peningkatan kasus kekerasan terhadap TKI. Data dari Migrant Care, hingga Oktober 2010, sudah terjadi 5.336 kasus kekerasan. Jumlah ini sejalan dengan target penempatan TKI yang terus ditingkatkan oleh pemerintah. Fakta ini harus diimbangi dengan proteksi terhadap TKI, terutama dari sisi regulasi yang berpihak.

"Oleh karena itu perlu diubah UU-nya," kata Anis. Migrant Care menilai pemerintah Indonesia perlu segera merevisi UU Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Sekitara 80 persen dari peraturan perundangan itu harus dirubah. Terutama dalam hal pemberian hak bagi buruh migran, karena instrumen UU dibuat untuk melindungi para pekerja Indonesia di luar negeri. UU juga seharusnya mampu memprediksi kerentanan yang bakal terjadi pada buruh migran terutama pada sektor pembantu rumah tangga.

 

Poin lain yang harus menjadi perhatian pemerintah saat melakukan revisi adalah tentang peran Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). "Peran PJTKI harus dirombak," ujar Anis. Saat ini UU yang ada telah memberikan peran hulu sampai hilir pada PJKTI. Mulai dari rekrutmen, pengurusan dokumen, penempatan, hingga pemulangan. Menurut Anis, pemerintah seharusnya ikut ambil bagian dalam peran-peran tersebut.

"Peran PJTKI didorong hanya pada administrasi saja. Peran strategis dipegang oleh pemerintah," ujar Anis. Ii karena misi PJTKI adalah mencari keuntungan, padahal TKI perlu diberikan perlindungan, tidak hanya dieksploitasi.

Kemudian, sisi lain dari UU yang harus dibenahi adalah dalam pengaturan sanksi. Selama ini yang menjadi titik beratnya adalah sanksi administrasi. "Harus memperketat sanksi pidana. Setiap pelanggaran yang merugikan TKI harus sanksi pidana," kata Anis.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement