REPUBLIKA.CO.ID,BAGHDAD--Para anggota parlemen Irak, Ahad bersidang untuk pertama kali sejak Idul Adha tetapi harapan bagi pemerintah baru dapat segera dibentuk mengecil karena berita-berita Nuri al Maliki selama beberapa hari tidak dicalonkan menjadi perdana menteri. Sidang terbaru parlemen,yang keempat sejak pemilu Maret, diselenggarakan beberapa hari setelah perjanjian pembagian kekuasaan antara faksi-faksi politik yang berbeda mengakhiri kemacetan yang menyebabkan negara itu mancapai rekor terlama tanpa satu pemerintah baru setelah pemilu.
Presiden yang baru terpilih Jalal Talbani diperkirakan tidak akan secara resmi meminta Maliki membentuk satu kabinet sampai Kamis, kata seorang pejabat parlemen, untuk memberikan perdana menteri sementara lebih banyak waktu melakukan perundingan menyangkut jabatan-jabatan kementerian. Berdasarkan konstitusi Irak, Talabani memiliki waktu 15 hari untuk menunjuk seorang perdana menteri setelah ia dipilih anggota parlemen pada 11 November. Ia sebelumnya diperkirakan akan menunjuk Maliki sebagai perdana menteri, Minggu.
Apabila ditunjuk, Maliki akan memiliki waktu 30 hari untuk membentuk satu pemerintah.
"Jalal Talabani memutuskan akan menunjuk Maliki sebagai perdana menteri, Kamis, satu hari sebelum batas resmi berakhir," kata pejabat yang tidak bersedia namanya disebutkan itu kepada AFP. "Itu akan memberikan waktu kepada dia untuk membentuk pemerintah, yang merupakan satu tugas yang sangat sulit."
Sidang parlemen yang direncanakan Ahad itu,pertama sejak selesai libur Indul Adha lima hari dipusatkan pada pembentukan komite-komitenya dan peraturan, tambah pejabat itu. Sidang itu diselenggarakan setelah tercapainya satu kesepakatan pembagian kekuasaan awal bulan ini dan dipuji para pemimpin internasional termasuk Presiden AS Barack Obama, kendatipun perjanjian itu tampaknya rapuh sejak itu.
Dukungan Iraqiya ,yang meraih sebagian besar kursinya di daerah-daerah Sunni dianggap penting untuk mencegah terjadi kembali aksi kekerasan. Minoritas Sunni yang mendominasi rezim Saddam Hussein mempelopori pemberontakan anti Amerika setelah invasi tahun 2003. Dalam satu tanda ketegangan menyangkut kesepakatan itu, sekitar 60 anggota parlemen Iraqiya meninggalkan sidang parlemen 11 November, pada hari setelah kesepakan itu ditandatangani, memprotes karena mereka tidak dihormati.
Para anggota parlemen blok itu menuntut tiga anggota seniornya, yang dilarang sebelum pemilu itu karena diduga punya hubungan dengan partai terlarang Baath yang dipimpin Saddam, untuk segera diaktipkan kembali. Akan tetapi dua hari kemudian para anggota parlemen Irak agaknya harus menyelamatkan perjanjian itu setelah para pemimpin tiga partai utama negara itu bertemu dan setuju berdamai dan menyelesaikan protes para anggota parlemen tersebut.