REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Sebanyak 73 sekolah dari berbagai jenjang yang berada di Kabupaten Sleman direkomendasikan untuk direlokasi karenaberada di kawasan rawan bahaya 0-10 kilometer dari puncak Gunung Merapi. "Sejumlah sekolah di kawasan rawan bencana ada yang mengalami kerusakan cukup parah sehingga tidak mungkin untuk digunakan lagi," kata Koordinator Penanganan Bencana Merapi Bidang Pendidikan Wilayah DIY dari Kementerian Pendidikan Nasional Harmanto di Yogyakarta, Jumat.
Bahkan, imbuh dia, ada sekolah yang sudah hilang tersapu lahar Merapi sehingga harus direlokasi," Sekolah yang direkomendasikan untuk direlokasi sebagian besar adalah pada jenjang taman kanak-kanak sebanyak 30 sekolah dan sekolah dasar sebanyak 32 sekolah.
Sementara itu, sekolah menengah pertama yang direkomendasikan untuk direlokasi berjumlah tujuh sekolah, sekolah menengah atas satu sekolah, sekolah menengah kejuruan dua sekolah dan sekolah luar biasa satu sekolah. "Namun demikian, kami belum bisa memberikan lokasi alternatif untuk pembangunan sekolah baru, nanti akan dikoordinasikan lebih lanjut," katanya.
Sebagai upaya untuk terus menjembatani terlaksananya kegiatan belajar mengajar untuk siswa yang menjadi korban letusan Gunung Merapi, lanjut dia, siswa untuk sementara masih dititipkan di sekolah-sekolah terdekat dari lokasi pengungsian. Pascaerupsi besar Merapi pada 5 November, jumlah guru yang menjadi pengungsi mencapai 1.882 orang dengan jumlah siswa sebanyak 18.345 orang.
"Di setiap 'shelter' juga akan dilengkapi dengan sekolah, khususnya TK dan SD, sedang untuk siswa SMP dan SMA akan diikutkan ke sekolah yang telah ditunjuk oleh pemerintah daerah setempat," katanya. Selain merekomendasikan relokasi puluhan sekolah yang berada di kawasan rawan bahaya, Harmanto mengatakan, Kementerian Pendidikan Nasional juga telah menyiapkan dana sebesar Rp527,692 miliar untuk keperluan penanganan pendidikan pascaerupsi Gunung Merapi.
Namun, lanjut dia, pencairan dana tersebut masih membutuhkan payung hukum dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat. "Dana sekitar setengah triliun rupiah tersebut berasal dari berbagai macam pos anggaran, namun belum tentu kebutuhan di lapangan sesuai dengan pos anggaran yang telah ditetapkan," katanya.
Oleh karena itu, kata Harmanto, diperlukan payung hukum dari dua kementerian tersebut agar dana tersebut dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan di lapangan, tidak terpaku pada pos anggaran yang ditetapkan. Ia berharap, payung hukum tersebut dapat segera disahkan, sehingga seluruh kebutuhan untuk pendidikan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat.