Sabtu 04 Dec 2010 23:06 WIB

Diam-diam Gaddafi Bawa Dua Supermodel Menjadi Mualaf

Pemimpin Libya, Muammar Gaddafi menemui perdana Menteri Ukraina,  Yulia Tymoshenko, di tendanya. Di tenda yang menjadi tempat tinggalnya ini pula ia menjamu para supermodel dunia.
Foto: reuters
Pemimpin Libya, Muammar Gaddafi menemui perdana Menteri Ukraina, Yulia Tymoshenko, di tendanya. Di tenda yang menjadi tempat tinggalnya ini pula ia menjamu para supermodel dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI--Buku harian perjalanan supermodel asal Roma yang jatuh ke publik menguak satu rahasia:  "wisata budaya" yang diatur oleh pemimpin Libya, Kolonel Muammar Gaddafi, adalah untuk membuka wawasan mereka akan Islam. Model yang mengidentifikasikan diri sebagai Maria, 28 tahun ini, mengaku pada Observer kebenaran isi buku harian itu. Dia ada dalam romobongan wisata yang dimaksud.

Menurutnya,  perjalanan mewah ke padang pasir Libya dilangsungkan pada bulan Oktober setelah dia direkrut untuk tur oleh agensi Hostessweb yang berbasis di Roma. Dalam buku harian itu disebutkan, wisata diikuti 19 supermodel dunia, masing-masing menerima uang saku 3.000 euro.

Kata Maria, hubungan Gaddafi dengan Italia memang sangat bagus. Bahkan, Gaddafi kerap dielu-elukan sebagai "saudara jauh" oleh warga sebuah desa di pinggiran Roma. "Setahu saya, sudah enam perjalanan wisata model yang dihajat atas prakarsa Kolonel (Gaddafi)," ujarnya.

Ada salah satu di antara enam kunjungan itu dalam rangka "mencomblangi" seorang model dengan kemenakannya. Tapi ada juga yang bermotif agama, katanya. "Dia bertanya apakah ada di antara kami tertarik untuk menjadi Muslim. Itu dilakukan setelah di hari terakhir setelah kami tur. Kami semua saling memandang dan kemudian, luar biasa, dua gadis di antara kami bangkit, sesuatu yang saya tidak pernah berpikir mereka akan lakukan," tulis Maria. Ia menambahkan, menjadi mualaf adalah "bonus" bagi perjalanan mereka.

Selain mengunjungi tempat-tempat menarik di Libya, katanya, ada juga sesi mendengar Gaddafi berceramah. Biasanya, maretinya adalah tentang keistimewaan ajaran Islam dan budayanya.

Ia menceritakan, setibanya di Tripoli pada bulan Oktober, mereka langsung menikmati tur selama seminggu diantar langsung oleh pembantu Gaddafi. Mereka mengunjungi tempat-tempat bersejarah, rumah sakit modern, hingga akademi polisi wanita, hal yang menunjukkan Islam tak membatasi ruang gerak perempuan.

Tur kemudian pindah ke tenda pemimpin Libya itu di padang pasir. Ya, gaddafi memang tinggal di tenda, bukan di istana yang megah.

"Mereka menempatkan kami dalam mobil pemerintah menuju tenda Gaddafi," tulis Maria. "Sekitar 30 km dari Sirte ada gerakan dan lampu di tengah-tengah dan kita dihentikan oleh orang bersenjata lengkap. Setelah diperiksa, kami diizinkan masuk," ujarnya. Di sana, ada dua tenda besar -- salah satunya tempat Gaddafi tinggal --  beberapa van kemping berfungsi sebagai toilet, generator besar yang berisik, dan ratusan unta," katanya.

Setelah sejam menunggu, Gaddafi muncul. "ia pulang berburu, berpakaian sangat santai dalam setelan kulit berkerut dan dengan rambut yang kacau. Kita senyum lebar, kami bertepuk tangan dan ia duduk di sebuah kursi plastik. Setelah melihat foto-foto perjalanan mereka, Gaddafi mulai bertutur tentang Islam.

"Dia mengatakan sebagian besar Eropa akan berubah dengan masuknya Turki ke dalam Uni Eropa ... bahwa kita harus menerima keyakinan Muhammad karena Kristus meramalkan bahwa seorang nabi akan datang setelah dia mangkat," ujarnya.

Dalam momen inilah, dua supermodel itu bangkit dan menyatakan ingin menjadi Muslim. "Kami tak menduga. Sungguh kami terkejut dengan keputusan kedua teman ini," tambah Maria.

Salah satu yang kemudian menjadi Muslim dalam tur model bukan Maret 2010 -- jauh sebelum Maria -- diketahui bernama Rea Beko, 27 tahun, seorang model dari sebuah rumah mode ternama. Ia berasal dari Albania dari keluarga Kristen Ortodoks yang tinggal di Roma.

Namun, berita soal Islamisasi di antara supermodel yang dilakukan Gaddafi dibantah Alessandro Londero, salah satu penyelenggara perjalanan. "Ini semua tentang melihat kondisi sosial dan budaya Libya," katanya. "Tak usah jauh-jauh di Libya, di sini di Roma pun kami  telah mengirim puluhan gadis untuk mengikuti kursus bahasa Arab di lembaga budaya Libya. Apakah ini juga bentuk Islamisasi?"

Ia mengakui memang ada model yang menjadi mualaf. Jumlahnya juga tak hanya dua, katanya, tapi antara tujuh hingga depalan orang. Karena alasan profesi, mereka memilih untuk menyempunyikan keyakinan barunya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement