REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN--Posisi Jerman terjepit. Upaya negara itu untuk memerangi krisis di eropa telah membuat citranya menjadi kian tak populer dalam beberapa bulan terakhir. Kini, Menteri Luar Negeri, Guido Westerwelle, berencana melakukan serangan relasi publik demi memperbaiki citra Berlin yang dinilai mengalami kerusakan.
"Sekali lagi, citra Jerman telah memburuk secara signifikan di mata anggota UE sebagai hasil upaya kita untuk melawan krisis keuangan di Eropa," bunyi analisis yang dipersiapkan oleh divisi Eropa Kementrian Luar Negeri Jerman. Penulis memperingatkan keras," Tujuan pemerintah federal harus dipastikan menyingkirkan keraguan atas orientasi tehadap Eropa, dengan segera dan permanen,"
Selama beberapa bulan, Menteri Luar negeri dibuat prihatin terhadap citra German di depan Uni Eropa. Jerman telah dikritik oleh negara-negara Eropa, salah satu penyebab adalah membuat pasar tak stabil dengan pembahasan menjadikan saham kreditur swasta sebagai sumber dana talangan masa depan.
Citra itu juga diperburuk dengan rumor seputar keinginan Jerman untuk kembali ke mata uang Deutsche Mark. Niat itu dianggap skenario horor yang kini merebak di kawasan Eropa. Meski rencana itu cenderung dianggap mustahil, para pengamat memperingatkan, bahwa langkah kembali ke mata uang nasional adalah keputusan fatal, terutama bagi Jerman.
Dan ketika drama euro kian memburuk, para diplomat di Berlin pun kian gelisah melihat tetangga-tetangga Jerman. Bahkan negara-negara yang sama kerasnya berupaya memerangi krisis seperti Jerman, beberapa kali menyuarakan keraguan terhadap 'orientasi mendasar' Jerman.
Sejak analisa itu ditulis pada Juli lalu, situasi jauh semakin memburuk. "Kemarahan terhadap Jerman semakin terangkat," tulis Financial Times, Inggris, baru-baru ini. Perdana Menteri Jerman, Jean Claude Juncker juga menyerukan semangat satu tim kepada Jerman.
Masalah Komunikasi
Pejabat senior di Kemenlu Jerman, Werner Hoyer, sering mendapati dirinya diserang dengan kritik dari negara lain ketika berada di Brusel. "Saya ditanya,'Apakah kamu masih setia kepada Eropa?'" tuturnya. Secara strategis, ia berpendapat Jerman telah melakukan hal yang benar. "Namun kami memiliki masalah komunikasi," ujarnya.
"Sebagai warga Erope yang berkomitmen, Hoyer mengatakan Jerman harus menampilkan sikap seimbang yang sulit. "Kami tidak bisa menampilkan diri lebih kecil ketimbang siapa sebenarnya kami. Namun di sisi lain, kami tidak perlu selalu menunjukkan bahwa kami adalah yang terkuat," ujarnya.
Bahkan, kini anggota koalisi pemerintahan yang dipimpin Kanselir Angela Merkel dari kelompok kanan-tengah, Demokrat Kristen dan partai yang ramah terhadap sektor bisnis, Demokrat Bebas (FDP) meyakini bahwa kesepakatan Jerman dan Prancis dalam mekanisme krisis euro masa depan yang dibuat di pertemuan Deauville, Oktober lalu--tanpa berkonsultasi dengan partner mereka--adalah salah besar. Kritik terhadap Jerman menyusul hasil Deauville adalah sebuah tanda peringatan, demikian ujar pengamat politik dari FDP, Michael Link.
Rencana Perbaikan Komunikasi
Kementrian Jerman punya rencana memperbaiki citra diri. Dalam dokumen, berjudul "Rencana Komunikasi di dalam Kebangkitan Krisis Eropa", kementrian berencana mempublikasikan wawancara atau artikel mencantumkan nama penulis dengan Kanselor, menteri luar negeri, atau menteri-menteri terkait. Publikasi ditargetkan untuk media berbahasa Inggris, seperti Financial Times, the Economist atau BBC World Service.
Berdasar rencana itu, tujuan publikasi adalah mengintensifikasikan komunikasi secara terus menerus demi meningkatkan penerimaan terhadap keputusan Jerman dalam kebijakan masa depan Eropa. "Pesan terhadap partner Jerman harus dibuat sejelas mungkin, bahwa kami memahami posisi mereka, meski mereka berbeda dengan kami," bunyi pernyataan dalam dokumen tersebut. Proyek itu, menurut dokumen, didesain untuk sasaran jangka menengah hingga panjang.