REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR- Mayoritas Organisasi Wilayah (Orwil) dalam Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) menginginkan dewan presidium bebas dari unsur pemerintah.
Hal ini disampaikan Ketua Dewan Pakar ICMI, Ginanjar Kartasasmita sesaat setelah menghadiri pertemuan ketua orwil dalam Muktamar V ICMI, di IPB Internasional Convention Center, Bogor, Senin malam (6/12).
'' Presidium jangan orang yang terlibat dengan pekerjaan pemerintah, langsung eksekutif. Nanti tugas ICMI terbengkalai, karena tugas pemerintahnya pasti akan banyak, '' kata Ketua DPD RI ini pada para wartawan.
Lagipula diutarakannya, ICMI kedepannya kemungkinan besar harus mampu mengkritisi pemerintah. Kalau para pemimpinnya berasal dari pemerintah, para orwil khawatir hal ini tidak akan baik buat organisasi tersebut. '' Selain itu, presidium juga diharap bebas politik,'' ujarnya.
Menurutnya bila mereka berasal dari politik kemungkinan para politisi ini akan canggung dalam menyampaikan aspirasinya. Ditakutkan hal ini akan memasung aspirasi umat. ''Saya harap tokoh ICMI kedepanya adalah tokoh-tokoh profesional yang berdasar pada cendikia. Jadi netral,'' kata Ginanjar
Ia mencontohkan salah satu profesi yang tepat untuk menjadi calon dalam presidium ICMI adalah para rektor. '' Kalau rektor bisa saja. Dia punya kebebasan dalam mengkritik,'' tegasnya. '' Contohnya Komarudin Hidayat, begitu juga Azzumardi Azra,''.
Ginanjar mengaku orwil tidak melarang adanya tokoh pemerintah dan politik di dalam ICMI. Meski demikian, ia menilai, dewan pakar dan dewan penasehat merupakan jabatan yang lebih tepat bagi mereka, bukan sebagai bagian dari presidium.
ICMI berdiri di Malang tahun 1990. Organisasi ini memiliki Majelis Pimpinan Pusat (MPP) sebagai pucuk pimpinan tertinggi organisasi yakni lima orang dewan presidium, sekretarus jendral (sekjen), bendahara, dewan pakar dan penasehat