REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi, menegaskan, Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam tidak akan sekedar menjadi simbol bagi Daerah Istimewa Yogyakarta. "Sultan bukan sekedar raja seperti di banyak negara lain. Tetapi Sultan punya kewenangan tertentu, karena itu namanya Gubernur Utama," katanya di Jakarta, Kamis (9/11).
Pemerintah, melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), telah selesai merumuskan Rancangan Undang Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (RUUK DIY) posisi RUUK DIY. Dalam draft tersebut, Sultan Hamengku Buwono ditempatkan sebagai Gubernur Utama dan Paku Alam sebagai Wakil Gubernur Utama.
Ia menjelaskan, posisi Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam adalah orang nomor satu dan dua di DIY. Sedangkan untuk menjalankan pemerintahan, dipilih gubernur DIY secara demokratis sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang.
Sebelumnya, Mendagri menjelaskan ada kekhususan apabila Sultan mencalonkan diri sebagai Gubernur DIY. Jika Sultan maju sebagai calon gubernur maka berlaku ketentuan khusus yakni dapat otomatis maju tanpa perlu diajukan oleh partai politik dan tidak memerlukan persyaratan 15 persen suara.
Jika Sultan maju sebagai gubernur, maka kerabat keraton tidak boleh maju. Apabila Sultan hanya satu-satunya calon gubernur untuk DIY, maka DPRD dapat langsung menetapkannya sebagai kepala daerah, jelasnya.
Soal kewenangan Sultan dan Paku Alam sebagai Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama, Gamawan menjelaskan kewenangan tersebut diantaranya hak protokoler, kedudukan keuangan, memelihara nilai-nilai budaya dan sosial masyarakat Yogyakarta, dan menentukan peraturan daerah istimewa (Perdais).
"Perdais harus ada arahan dari Sultan dan Paku Alam. Demikian pula untuk perumusan anggaran, harus ada arahan umum dari Sultan," katanya. Apabila Sultan tidak setuju dengan rancangan Perdais yang telah disusun, maka dapat dikembalikan ke DPRD.