Ahad 12 Dec 2010 05:34 WIB

Kasus Suap MK Dinilai Rumit

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampaknya harus bekerja lebih keras dalam menangani laporan dugaan kasus suap di Mahkamah Konstitusi (MK). Dugaan suap di MK ini bersifat cash and carry. Artinya, tidak ada bukti fisik dalam penyuapan itu. Oleh karenanya, KPK perlu upaya lebih untuk menggali pengakuan dari pihak terkait.

Hal tersebut disampaikan Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo, Sabtu (11/12). "Kalau suap tidak meninggalkan jejak, itu yang repot," kata Adnan menegaskan.

Dia mengatakan, KPK akan bekerja berdasarkan fakta dan bukti di lapangan. Menurut Adnan, kasus dugaan suap ini seharusnya sejak awal dilaporkan kepada KPK.

Seperti diketahui, Ketua MK Mahfud MD melaporkan tiga orang yang diduga mengetahui percobaan penyuapan hakim MK kepada KPK pada Jumat (10/12). Salah satu yang dilaporkan itu adalah Refly Harun yang menjadi bagian Tim Investigasi.

Tim tersebut baru saja memberikan laporan investigasi suap di MK. Refly justru dilaporkan karena mengetahui penyuapan itu, justru tidak melaporkan ke KPK.

Terhadap kondisi ini, Adnan mengaku prihatin. Menurut dia, kasus laporan dugaan suap MK ke KPK ini sudah salah kaprah. Dia beralasan, MK dengan pihak yang menjadi whistle blower seharusnya tidak saling berhadapan.

Menurut Adnan, seorang whistle blower seharusnya mendapat perlindungan dari MK. "Kalau peniup peluit ini malah dilaporkan kan ini terbalik," ujar Adnan menjelaskan.

Dia menganggap, integritas MK sebagai lembaga hukum terhormat akan dipertaruhkan. MK seharusnya tidak tercoreng dengan kasus dugaan suap ini. Adnan berharap KPK bisa mendapat fakta dan alat bukti yang cukup untuk memecahkan kasus ini.

sumber : M Ikhsan Shiddieqy
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement